Artikel ini disusun Oleh: Briyan Efflin Syahputra
KRITIKAL
REVIU
PERNYATAAN
STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN (PSAK) 10: PENGARUH PERUBAHAN KURS VALUTA ASING
A. RINGKASAN PSAK 10
PSAK 10 ini disusun
untuk dijadikan pedoman bagaimana sebuah entitas dalam memasukan
transaksi-transkasi yang muncul akibat berbagai aktivitas di luar negeri dari
entitas tersebut serta juga menjadi pedoman bagaimana menjabarkan laporan
keuangan ke dalam mata uang penyajian. Aktivitas yang dimaksud dapat berupa
transaksi dalam valuta asing ataupun berbagai kegiatan usaha luar negeri.
Ringkasan terkait PSAK 10 akan dijelaskan
sebagai berikut:
1. Mata Uang Fungsional; Investasi
Neto Dalam Kegiatan Luar Negeri; Pos Moneter dan Non Moneter
a) Mata Uang Fungsional
Mata uang funsional
adalah mata uang pada lingkungan ekonomi utama dimana suatu entitas beroperasi.
Lingkungan ekonomi utama dimana sebuah entitas beroperasi adalah lingkungan utama
suatu entitas dapat menghasilkan dan mengeluarkan kas. Suatu entitas
mempertimbangkan faktor-faktor berikut (utama) dalam menentukan mata uang
fungsionalnya: (1) Mata uang yang paling
mempengaruhi harga jual untuk barang dan jasa; (2) Mata uang yang paling
mempengaruhi biaya tenaga kerja, material dan biaya lain dari pengadaan barang
atau jasa.
Selain faktor diatas
yang dipertimbangkan untuk menentukan mata uang fungsional suatu entitas,
terdapat 2 faktor lainnya yang juga dipertimbangkan, antara lain: (1) Mata uang yang mana
dana dari aktivitas pendanaan
dihasilkan (antara lain penerbitan
instrumen utang dan instrumen ekuitas); (2) Mata uang dalam mana
penerimaan dari aktivitas operasi pada umumnya ditahan.
b)
Investasi Neto dalam Kegiatan Usaha Luar Negeri
Investasi neto dalam kegiatan luar negeri
didefinisikan sebagai jumlah kepentingan entitas pelapor dalam asset neto dari
kegiatan usaha luar negeri tersebut. Contohnya adalah pos moneter (seperti
piutang atau utang jangka pendek) yang merupakan tagihan dari atau utang kepada
kegiatan usaha luar negeri.
c)
Pos
Moneter dan Non-moneter
Fitur
utama dari suatu pos moneter adalah hak untuk menerima (atau kewajiban untuk
menyerahkan) suatu jumlah unit mata uang yang tetap atau dapat ditentukan.
Contohnya adalah pensiun dan imbalan
kerja lainnya harus dibayar dalam kas, kewajiban diestimasi yang harus
diselesaikan secara kas, dan dividen kas yang diakui sebagai kewajiban. Sedangkan Fitur utama dari suatu
pos non-moneter adalah tidak adanya
hak untuk menerima (atau kewajiban untuk menyerahkan) suatu jumlah unit mata
uang yang tetap atau dapat ditentukan. Contohnya adalah uang muka untuk barang dan jasa
(misalnya sewa dibayar dimuka), goodwill,
aset tidak berwujud, persediaan, aset tetap, dan kewajiban diestimasi yang
harus diselesaikan dengan penyerahan aset nonmoneter.
2.
Pelaporan
Transaksi Valuta Mata
Uang Asing ke dalam Mata Uang Fungsional
a) Pengakuan
Awal
Pada pengakuan awal, transaksi valuta asing akan di
catat dalam mata uang fungsional. Jumlah valuta asing dihitung ke dalam mata
uang fungsional dengan kurs spot antara mata uang fungsional dan valuta asing
pada tanggal transaksi (tanggal pertama kali transaksi tersebut memenuhi
kriteria pengakuan sesuai dengan SAK). Transaksi valuta asing itu sendiri
merupakan transaksi transaksi yang didenominasikan atau
memerlukan penyelesaian dalam valuta
asing. Contohnya adalah transaksi membeli/menjual barang
atau jasa yang harganya didenominasikan dalam suatu mata uang asing.
b)
Pelaporan
Pada Akhir Periode Pelaporan Berikutnya
Pada
akhir setiap periode pelaporan: (1) Pos
moneter valuta asing harus dijabarkan
menggunakan kurs penutup; (2) Pos
nonmoneter yang diukur dalam biaya historis dalam valuta asing harus dijabarkan
menggunakan kurs
pada tanggal transaksi; (3) Pos
nonmoneter yang diukur pada nilai wajar dalam valuta asing harus dijabarkan menggunakan kurs pada tanggal ketika
nilai wajar ditentukan.
c)
Pengakuan
Selisih Nilai Kurs
Berikut
adalah hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam pengakuan selisih nilai kurs,
antara lain:
1) Selisih
nilai tukar yang timbul pada penyelesaian pos moneter atau pada penjabaran pos
moneter pada kurs yang berbeda dari kurs pada saat pos moneter tersebut dijabarkan
pada pengakuan awal selama periode atau pada periode laporan keuangan
sebelumnya, harus diakui dalam laba atau rugi dalam periode pada saat
terjadinya, kecuali untuk transaksi tertentu dapat diakui dalam keuntungan atau
kerugian atas penghasilan komprehensif
2) Selisih
nilai tukar yang timbul pada suatu pos moneter yang membentuk bagian dari
investasi neto suatu entitas pelapor dalam suatu kegiatan usaha luar negeri harus
diakui dalam laba atau rugi dalam laporan keuangan terpisah dari entitas
pelapor atau laporan keuangan individual dari kegiatan usaha luar negeri.
3) Dalam
laporan keuangan yang memasukkan kegiatan usaha luar negeri dan entitas pelapor
(misalnya laporan keuangan konsolidasian ketika kegiatan usaha luar negeri
adalah suatu entitas anak), selisih nilai tukar harus diakui awalnya dalam
pendapatan komprehensif lain dan dikelompokkan kembali dari ekuitas ke laba
atau rugi pada saat pelepasan investasi neto.
4) Jika entitas melaksanakan pembukuan dan pencatatannya
dalam mata uang selain mata uang fungsionalnya, maka pada waktu entitas
menyiapkan laporan keuangan seluruh jumlah dijabarkan dalam mata uang
fungsional.
d)
Perubahan
dalam Mata Uang Fungsional
Ketika
terdapat perubahan dalam mata uang fungsional suatu entitas, entitas harus
menerapkan prosedur penjabaran untuk mata uang fungsional yang baru secara prospektif
sejak tanggal perubahan itu. Hal yang dipertimbangkan dalam perubahan mata uang
fungsional antara lain: (1) Mata uang fungsional
dapat berubah hanya jika terdapat perubahan pada transaksi, kejadian dan
kondisi yang mendasari ketika akan menentukan mata uang fungsional. Seperti
suatu perubahan dalam mata uang yang terutama mempengaruhi harga jual dari
barang dan jasa dapat mengakibatkan perubahan di dalam mata uang fungsional
suatu entitas; (2) Pengaruh dari perubahan
dalam mata uang fungsional diperlakukan secara prospektif. Dalam kata lain,
suatu entitas menjabarkan semua pos-pos ke dalam mata uang fungsional yang baru
menggunakan nilai tukar pada tanggal perubahan itu.
3.
Penggunaan
Mata Uang Penyajian
Selain Mata Uang Fungsional
a)
Penjabaran
Dalam Mata Uang Penyajian
Entitas
dapat menyajikan laporan keuangannya dalam mata uang (atau beberapa mata uang)
apapun. Jika mata uang penyajian berbeda dari mata uang fungsional entitas,
entitas menjabarkan hasil dan posisi keuangannya ke dalam mata uang penyajian.
Hasil dan posisi keuangan entitas yang mata uang
fungsionalnya bukan mata uang dari suatu ekonomi hiperinflasi dijabarkan ke
dalam mata uang penyajian yang berbeda, dengan menggunakan prosedur sebagai
berikut: (1) Aset dan posisi
keuangan untuk setiap laporan posisi keuangan yang disajikan (termasuk
komparatif) dijabarkan menggunakan kurs penutup pada tanggal laporan posisi
keuanga tersebut; (2) Penghasilan dan
beban untuk setiap laporan laba rugi dan penghasilan komprehensif lain
(termasuk komparatif) dijabarkan menggunakan kurs pada tanggal transaksi; (3) Seluruh selisih
kurs yang dihasilkan diakui dalam penghasilan komprehensif lain.
Hasil dari posisi keuangan entitas yang mata uang
fungsionalnya adalah mata uang dari suatu ekonomi hiperinflansi dijabarkan ke
dalam mata uang penyajian yang berbeda dengan menggunakan prosedur sebagai
berikut: (1) Seluruh jumlah
aset, liabilitas, pos ekuitas, penghasilan, dan beban termasuk komparatifnya
dijabarkan dengan kurs penutup pada tanggal laporan posisi keuangan terkini,
kecuali ketika jumlah tersebut
dijabarkan ke dalam mata uang ekonomi nonhiperinflansi maka jumlah
komparatifnya adalah jumlah yang disajikan sebagai jumlah tahun berjalan dalam
laporan keuangan tahun sebelumnya yang relevan; (2) Ketika mata uang
fungsional entitas adalah mata uang ekonomi hiperinflansi maka entitas
menyajikan kembali laporan keuangannya sesuai dengan PSAK 63.
b) Penjabaran Kegiatan
Usaha Luar Negeri
Ketika
hasil dan posisi keuangan dari suatu kegiatan usaha luar negeri dijabarkan
dalam mata uang penyajian
sehingga kegiatan usaha luar negeri dapat digabungkan ke dalam laporan keuangan
entitas pelapor dengan cara konsolidasi, konsolidasi secara proporsional atau
metode ekuitas, maka entitas tersebut
dapat menerapkan hal-hal berikut ini: (1) Menggabungkan
hasil dan posisi keuangan kegiatan usaha luar negeri dengan entitas pelapor
dengan mengikuti prosedur konsolidasi normal, seperti eliminasi saldo dan
transaksi intra kelompok usaha dari entitas anak; (2) Jika laporan
keuangan kegiatan usaha luar negeri memiliki tanggal yang berbeda dari entitas
pelapor, maka kegiatan usaha luar negeri harus sering menyusun laporan keuangan
tambahan dengan tanggal yang sama dengan laporan keuangan entitas pelapor.
c)
Pelepasan
atau Pelepasan Sebagian dari Kegiatan Usaha Luar Negeri
Pada
pelepasan pada suatu kegiatan usaha luar negeri, jumlah kumulatif dari selisih
nilai tukar yang terkait dengan kegiatan usaha luar negeri, yang diakui di
dalam pendapatan komprehensif lain dan diakumulasi ke dalam komponen terpisah
dari ekuitas, direklasifikasi dari ekuitas
ke laba rugi (sebagai penyesuaian reklasifikasi) ketika keuntungan atau
kerugian dari pelepasan kegiatan usaha luar negeri diakui.
Pada
pelepasan sebagian dari suatu entitas anak yang merupakan suatu kegiatan usaha
luar negeri, entitas mengatribusikan kembali bagian yang sebanding dari jumlah kumulatif
selisih nilai tukar yang diakui dalam pendapatan komprehensif lain ke
kepentingan nonpengendali pada kegiatan usaha luar negeri tersebut. Dalam
setiap pelepasan yang lain atas sebagian kegiatan usaha luar negeri, entitas
harus mereklasifikasi hanya bagian proposional dari jumlah
kumulatif selisih kurs yang diakui dalam penghasilan komprehensif lain ke laba
rugi.
Entitas dapat dapat melepas seluruh atau sebagaian
kepentingannya pada kegiatan usaha luar negeri melalui penjualan, likuidasi,
pembayaran kembali modal saham, atau langsung meninggalkan seluruh atau
sebagian dari entitas tersebut.
4. Pengaruh
Pajak Dari Seluruh Selisih Kurs
Adanya keuntungan dan kerugian atas transaksi valuta
asing dan selisih kurs yang timbul dalam penjabaran hasil dan posisi keuangan
entitas (termasuk kegiatan usaha luar negeri) ke dalam mata uang yang berbeda
mungkin akan memiliki pengaruh pajak. Maka dari perlu diperhatikan terkait hal
ini. Penjelasan lebih detail terkait dengan pengaruh pajaknya akan dijelaskan
tersendiri dalam PSAK 46 yang membahas terkait pajak penghasilan.
B. KRITIKAL REVIU PSAK 10
Setelah
dilakukan proses peringkasan dan analisa atas PSAK 10 yang telah diterbitkan
oleh Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI), berikut adalah beberapa ulasan ataupun
kritikal reviu atas PSAK tersebut, antara lain:
1. PSAK
10 ini telah disusun dengan baik, terlebih lagi penjelasan dalam PSAK ini
selalu memberikan contoh yang relevan untuk setiap hal yang dijelaskan.
Contohnya pada paragraf 11, yang mana PSAK ini menunjukan contoh terkait dengan
penjelasan mengenai aktivitas luar negeri yang dilaksanakan sebagai
perpanjangan. Adanya pemberian contoh yang relevan seperti ini akan membantu
pembaca dari PSAK ini yang mungkin belum mengetahui maksud dari
penjelasan-penjelasan yang terdapat dalam PSAK ini.
2. PSAK
ini dalam penjelasannya telah berfokus sesuai dengan maksud dibuatnya PSAK ini
(Pengaruh Perubahan Kurs Valuta Asing). PSAK ini juga telah menjelaskan
batasan-batasan ataupun ruang lingkup pembahasan dari PSAK ini. Hal ini memang
perlu dijelaskan, dikarenakan terdapat beberapa PSAK lainnya yang juga membahas
terkait dengan valuta asing.
3. Masih terdapat beberapa istilah yang terdapat
dalam PSAK ini, yang menurut penulis perlu diberikan catatan kaki. Maksud dari
pemberian catatan kaki bertujuan agar pembaca dari PSAK ini memahami maksud
dari istilah-istilah tersebut. Hal ini dikarenakan, penulis berasumsi bahwa
pembaca dari PSAK tidak hanya para akuntan dan auditor saja, akan tetapi masih
terdapat beberapa pembaca awam yang mungkin belum mengetahui makna dari istilah
tersebut. Contohnya adalah istilah entitas pelapor (dapat dilihat pada paragraf
1). Contoh lainnya adalah istilah hiperinflansi (dapat dilihat pada paragraf 39
dan 42). Harapannya dengan adanya catatan kaki tersebut, dapat semakin
mempermudah pembaca dalam memahami PSAK 10 ini.
4. Masih
terdapat urutan paragraf yang sifatnya tidak kronologis ketika akan menjelaskan
sub tertentu dalam PSAK ini. Dapat dilihat pada paragraf 20, 21 dan 22. Jika
dicermati, ketiga paragraf tersebut berfungsi untuk menjelaskan sub “Pengakuan
Awal”. Menurut penulis, supaya tidak membingungkan pembaca, akan lebih baik
penjelasan dimulai dari paragraf 21, kemudian baru paragraf 20 dan selanjutnya
baru paragraf 22 (mengubah urutan paragraf).
REFERENSI:
Epstein, B. J., & Jemakowicz, E. K. (2007). Interpretation and
Apllication of IAS. New York: John Wiley & Sons.
Ikatan Akuntansi Indonesia. (2016). Standar Akuntansi Keuangan
Efektif per 1 Januari 2017. Jakarta: Ikatan Akuntansi Indonesia.
NB: Untuk mendapatkan artikel ini dalam bentuk file PDF, silahkan klik link di bawah ini:
Halo kak, artikelnya menarik dan menginspirasi cek website kami juga kak Pabrik Mesin Air RO Malang
BalasHapus