Sharing Materi Perkuliahan Sarjana dan Pascasarjana yang ditulis secara pribadi atas tugas kuliah: Mengenai materi Akuntansi, Ekonomi, Sistem Informasi, Teknik Informatika, Informasi Teknologi dan Pengetahuan Umum

Sabtu, 12 Agustus 2017

KRITIKAL REVIU PSAK 10: PENGARUH PERUBAHAN KURS VALUTA ASING

Artikel ini disusun Oleh:  Briyan Efflin Syahputra

KRITIKAL REVIU
PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN (PSAK) 10: PENGARUH PERUBAHAN KURS VALUTA ASING

A. RINGKASAN PSAK 10
            PSAK 10 ini disusun untuk dijadikan pedoman bagaimana sebuah entitas dalam memasukan transaksi-transkasi yang muncul akibat berbagai aktivitas di luar negeri dari entitas tersebut serta juga menjadi pedoman bagaimana menjabarkan laporan keuangan ke dalam mata uang penyajian. Aktivitas yang dimaksud dapat berupa transaksi dalam valuta asing ataupun berbagai kegiatan usaha luar negeri. Ringkasan terkait PSAK 10 akan dijelaskan sebagai berikut:

1.      Mata Uang Fungsional; Investasi Neto Dalam Kegiatan Luar Negeri; Pos Moneter dan Non Moneter
a)      Mata Uang Fungsional
Mata uang funsional adalah mata uang pada lingkungan ekonomi utama dimana suatu entitas beroperasi. Lingkungan ekonomi utama dimana sebuah entitas beroperasi adalah lingkungan utama suatu entitas dapat menghasilkan dan mengeluarkan kas. Suatu entitas mempertimbangkan faktor-faktor berikut (utama) dalam menentukan mata uang fungsionalnya: (1) Mata uang yang paling mempengaruhi harga jual untuk barang dan jasa; (2) Mata uang yang paling mempengaruhi biaya tenaga kerja, material dan biaya lain dari pengadaan barang atau jasa.
Selain faktor diatas yang dipertimbangkan untuk menentukan mata uang fungsional suatu entitas, terdapat 2 faktor lainnya yang juga dipertimbangkan, antara lain: (1) Mata uang yang mana dana dari aktivitas pendanaan dihasilkan (antara lain penerbitan instrumen utang dan instrumen ekuitas); (2) Mata uang dalam mana penerimaan dari aktivitas operasi pada umumnya ditahan.

b)     Investasi Neto dalam Kegiatan Usaha Luar Negeri
Investasi neto dalam kegiatan luar negeri didefinisikan sebagai jumlah kepentingan entitas pelapor dalam asset neto dari kegiatan usaha luar negeri tersebut. Contohnya adalah pos moneter (seperti piutang atau utang jangka pendek) yang merupakan tagihan dari atau utang kepada kegiatan usaha luar negeri.

c)      Pos Moneter dan Non-moneter
Fitur utama dari suatu pos moneter adalah hak untuk menerima (atau kewajiban untuk menyerahkan) suatu jumlah unit mata uang yang tetap atau dapat ditentukan. Contohnya adalah pensiun dan imbalan kerja lainnya harus dibayar dalam kas, kewajiban diestimasi yang harus diselesaikan secara kas, dan dividen kas yang diakui sebagai kewajiban. Sedangkan Fitur utama dari suatu pos non-moneter adalah tidak adanya hak untuk menerima (atau kewajiban untuk menyerahkan) suatu jumlah unit mata uang yang tetap atau dapat ditentukan. Contohnya adalah uang muka untuk barang dan jasa (misalnya sewa dibayar dimuka), goodwill, aset tidak berwujud, persediaan, aset tetap, dan kewajiban diestimasi yang harus diselesaikan dengan penyerahan aset nonmoneter.

2.      Pelaporan Transaksi Valuta Mata Uang Asing ke dalam Mata Uang Fungsional
a)      Pengakuan Awal
Pada pengakuan awal, transaksi valuta asing akan di catat dalam mata uang fungsional. Jumlah valuta asing dihitung ke dalam mata uang fungsional dengan kurs spot antara mata uang fungsional dan valuta asing pada tanggal transaksi (tanggal pertama kali transaksi tersebut memenuhi kriteria pengakuan sesuai dengan SAK). Transaksi valuta asing itu sendiri merupakan transaksi transaksi yang didenominasikan atau memerlukan penyelesaian dalam valuta asing. Contohnya adalah transaksi membeli/menjual barang atau jasa yang harganya didenominasikan dalam suatu mata uang asing.

b)     Pelaporan Pada Akhir Periode Pelaporan Berikutnya
Pada akhir setiap periode pelaporan: (1) Pos moneter valuta asing harus dijabarkan menggunakan kurs penutup; (2) Pos nonmoneter yang diukur dalam biaya historis dalam valuta asing harus dijabarkan menggunakan kurs pada tanggal transaksi; (3) Pos nonmoneter yang diukur pada nilai wajar dalam valuta asing harus dijabarkan menggunakan kurs pada tanggal ketika nilai wajar ditentukan.

c)      Pengakuan Selisih Nilai Kurs
Berikut adalah hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam pengakuan selisih nilai kurs, antara lain:
1)      Selisih nilai tukar yang timbul pada penyelesaian pos moneter atau pada penjabaran pos moneter pada kurs yang berbeda dari kurs pada saat pos moneter tersebut dijabarkan pada pengakuan awal selama periode atau pada periode laporan keuangan sebelumnya, harus diakui dalam laba atau rugi dalam periode pada saat terjadinya, kecuali untuk transaksi tertentu dapat diakui dalam keuntungan atau kerugian atas penghasilan komprehensif
2)     Selisih nilai tukar yang timbul pada suatu pos moneter yang membentuk bagian dari investasi neto suatu entitas pelapor dalam suatu kegiatan usaha luar negeri harus diakui dalam laba atau rugi dalam laporan keuangan terpisah dari entitas pelapor atau laporan keuangan individual dari kegiatan usaha luar negeri.
3)   Dalam laporan keuangan yang memasukkan kegiatan usaha luar negeri dan entitas pelapor (misalnya laporan keuangan konsolidasian ketika kegiatan usaha luar negeri adalah suatu entitas anak), selisih nilai tukar harus diakui awalnya dalam pendapatan komprehensif lain dan dikelompokkan kembali dari ekuitas ke laba atau rugi pada saat pelepasan investasi neto.
4)   Jika entitas melaksanakan pembukuan dan pencatatannya dalam mata uang selain mata uang fungsionalnya, maka pada waktu entitas menyiapkan laporan keuangan seluruh jumlah dijabarkan dalam mata uang fungsional.

d)     Perubahan dalam Mata Uang Fungsional
Ketika terdapat perubahan dalam mata uang fungsional suatu entitas, entitas harus menerapkan prosedur penjabaran untuk mata uang fungsional yang baru secara prospektif sejak tanggal perubahan itu. Hal yang dipertimbangkan dalam perubahan mata uang fungsional antara lain: (1) Mata uang fungsional dapat berubah hanya jika terdapat perubahan pada transaksi, kejadian dan kondisi yang mendasari ketika akan menentukan mata uang fungsional. Seperti suatu perubahan dalam mata uang yang terutama mempengaruhi harga jual dari barang dan jasa dapat mengakibatkan perubahan di dalam mata uang fungsional suatu entitas; (2) Pengaruh dari perubahan dalam mata uang fungsional diperlakukan secara prospektif. Dalam kata lain, suatu entitas menjabarkan semua pos-pos ke dalam mata uang fungsional yang baru menggunakan nilai tukar pada tanggal perubahan itu.

3.      Penggunaan Mata Uang Penyajian Selain Mata Uang Fungsional
a)      Penjabaran Dalam Mata Uang Penyajian
Entitas dapat menyajikan laporan keuangannya dalam mata uang (atau beberapa mata uang) apapun. Jika mata uang penyajian berbeda dari mata uang fungsional entitas, entitas menjabarkan hasil dan posisi keuangannya ke dalam mata uang penyajian.
Hasil dan posisi keuangan entitas yang mata uang fungsionalnya bukan mata uang dari suatu ekonomi hiperinflasi dijabarkan ke dalam mata uang penyajian yang berbeda, dengan menggunakan prosedur sebagai berikut: (1) Aset dan posisi keuangan untuk setiap laporan posisi keuangan yang disajikan (termasuk komparatif) dijabarkan menggunakan kurs penutup pada tanggal laporan posisi keuanga tersebut; (2) Penghasilan dan beban untuk setiap laporan laba rugi dan penghasilan komprehensif lain (termasuk komparatif) dijabarkan menggunakan kurs pada tanggal transaksi; (3) Seluruh selisih kurs yang dihasilkan diakui dalam penghasilan komprehensif lain.
Hasil dari posisi keuangan entitas yang mata uang fungsionalnya adalah mata uang dari suatu ekonomi hiperinflansi dijabarkan ke dalam mata uang penyajian yang berbeda dengan menggunakan prosedur sebagai berikut: (1) Seluruh jumlah aset, liabilitas, pos ekuitas, penghasilan, dan beban termasuk komparatifnya dijabarkan dengan kurs penutup pada tanggal laporan posisi keuangan terkini, kecuali  ketika jumlah tersebut dijabarkan ke dalam mata uang ekonomi nonhiperinflansi maka jumlah komparatifnya adalah jumlah yang disajikan sebagai jumlah tahun berjalan dalam laporan keuangan tahun sebelumnya yang relevan; (2) Ketika mata uang fungsional entitas adalah mata uang ekonomi hiperinflansi maka entitas menyajikan kembali laporan keuangannya sesuai dengan PSAK 63.

b)     Penjabaran Kegiatan Usaha Luar Negeri
Ketika hasil dan posisi keuangan dari suatu kegiatan usaha luar negeri dijabarkan dalam mata uang penyajian sehingga kegiatan usaha luar negeri dapat digabungkan ke dalam laporan keuangan entitas pelapor dengan cara konsolidasi, konsolidasi secara proporsional atau metode ekuitas, maka entitas tersebut dapat menerapkan hal-hal berikut ini: (1) Menggabungkan hasil dan posisi keuangan kegiatan usaha luar negeri dengan entitas pelapor dengan mengikuti prosedur konsolidasi normal, seperti eliminasi saldo dan transaksi intra kelompok usaha dari entitas anak; (2) Jika laporan keuangan kegiatan usaha luar negeri memiliki tanggal yang berbeda dari entitas pelapor, maka kegiatan usaha luar negeri harus sering menyusun laporan keuangan tambahan dengan tanggal yang sama dengan laporan keuangan entitas pelapor.

c)      Pelepasan atau Pelepasan Sebagian dari Kegiatan Usaha Luar Negeri
Pada pelepasan pada suatu kegiatan usaha luar negeri, jumlah kumulatif dari selisih nilai tukar yang terkait dengan kegiatan usaha luar negeri, yang diakui di dalam pendapatan komprehensif lain dan diakumulasi ke dalam komponen terpisah dari ekuitas, direklasifikasi dari ekuitas ke laba rugi (sebagai penyesuaian reklasifikasi) ketika keuntungan atau kerugian dari pelepasan kegiatan usaha luar negeri diakui.
Pada pelepasan sebagian dari suatu entitas anak yang merupakan suatu kegiatan usaha luar negeri, entitas mengatribusikan kembali bagian yang sebanding dari jumlah kumulatif selisih nilai tukar yang diakui dalam pendapatan komprehensif lain ke kepentingan nonpengendali pada kegiatan usaha luar negeri tersebut. Dalam setiap pelepasan yang lain atas sebagian kegiatan usaha luar negeri, entitas harus mereklasifikasi hanya bagian proposional dari jumlah kumulatif selisih kurs yang diakui dalam penghasilan komprehensif lain ke laba rugi.
Entitas dapat dapat melepas seluruh atau sebagaian kepentingannya pada kegiatan usaha luar negeri melalui penjualan, likuidasi, pembayaran kembali modal saham, atau langsung meninggalkan seluruh atau sebagian dari entitas tersebut.

4.      Pengaruh Pajak Dari Seluruh Selisih Kurs
Adanya keuntungan dan kerugian atas transaksi valuta asing dan selisih kurs yang timbul dalam penjabaran hasil dan posisi keuangan entitas (termasuk kegiatan usaha luar negeri) ke dalam mata uang yang berbeda mungkin akan memiliki pengaruh pajak. Maka dari perlu diperhatikan terkait hal ini. Penjelasan lebih detail terkait dengan pengaruh pajaknya akan dijelaskan tersendiri dalam PSAK 46 yang membahas terkait pajak penghasilan.

B. KRITIKAL REVIU PSAK 10
Setelah dilakukan proses peringkasan dan analisa atas PSAK 10 yang telah diterbitkan oleh Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI), berikut adalah beberapa ulasan ataupun kritikal reviu atas PSAK tersebut, antara lain:
1.  PSAK 10 ini telah disusun dengan baik, terlebih lagi penjelasan dalam PSAK ini selalu memberikan contoh yang relevan untuk setiap hal yang dijelaskan. Contohnya pada paragraf 11, yang mana PSAK ini menunjukan contoh terkait dengan penjelasan mengenai aktivitas luar negeri yang dilaksanakan sebagai perpanjangan. Adanya pemberian contoh yang relevan seperti ini akan membantu pembaca dari PSAK ini yang mungkin belum mengetahui maksud dari penjelasan-penjelasan yang terdapat dalam PSAK ini.
2.  PSAK ini dalam penjelasannya telah berfokus sesuai dengan maksud dibuatnya PSAK ini (Pengaruh Perubahan Kurs Valuta Asing). PSAK ini juga telah menjelaskan batasan-batasan ataupun ruang lingkup pembahasan dari PSAK ini. Hal ini memang perlu dijelaskan, dikarenakan terdapat beberapa PSAK lainnya yang juga membahas terkait dengan valuta asing.
3.   Masih terdapat beberapa istilah yang terdapat dalam PSAK ini, yang menurut penulis perlu diberikan catatan kaki. Maksud dari pemberian catatan kaki bertujuan agar pembaca dari PSAK ini memahami maksud dari istilah-istilah tersebut. Hal ini dikarenakan, penulis berasumsi bahwa pembaca dari PSAK tidak hanya para akuntan dan auditor saja, akan tetapi masih terdapat beberapa pembaca awam yang mungkin belum mengetahui makna dari istilah tersebut. Contohnya adalah istilah entitas pelapor (dapat dilihat pada paragraf 1). Contoh lainnya adalah istilah hiperinflansi (dapat dilihat pada paragraf 39 dan 42). Harapannya dengan adanya catatan kaki tersebut, dapat semakin mempermudah pembaca dalam memahami PSAK 10 ini.
4.   Masih terdapat urutan paragraf yang sifatnya tidak kronologis ketika akan menjelaskan sub tertentu dalam PSAK ini. Dapat dilihat pada paragraf 20, 21 dan 22. Jika dicermati, ketiga paragraf tersebut berfungsi untuk menjelaskan sub “Pengakuan Awal”. Menurut penulis, supaya tidak membingungkan pembaca, akan lebih baik penjelasan dimulai dari paragraf 21, kemudian baru paragraf 20 dan selanjutnya baru paragraf 22 (mengubah urutan paragraf).

REFERENSI:
Epstein, B. J., & Jemakowicz, E. K. (2007). Interpretation and Apllication of IAS. New York: John Wiley & Sons.

Ikatan Akuntansi Indonesia. (2016). Standar Akuntansi Keuangan Efektif per 1 Januari 2017. Jakarta: Ikatan Akuntansi Indonesia.


NB: Untuk mendapatkan artikel ini dalam bentuk file PDF, silahkan klik link di bawah ini:

1 komentar: