By Briyan Efflin Syahputra
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Iman
kepada Qada dan qadar Allah swt merupakan bagian yang penting dari keimanan
manusia kepada Allah swt. Qada dan qadar seperti yang diketahui merupakan salah
satu dari rukun iman.
Kepercayaan
kepada qada dan qadar merupakan pengakuan terhadap kebesaran dan kemahakuasaan
Allah swt. Dia adalah Yang Maha menentukan atas segala sesuatu, termasuk nasib
manusia.
Allah
swt menentukan rambu-rambu terhadap jalan yang harus dilewati manusa. Pada
akhirnya, Dia jugalah yang menentukan akhir dari perjalanan itu.
Hubungan
Qada dan qadar keduanya tidak terpisahkan dan memiliki keterkaitan yang amat
erat, atau sering pula dinamankan takdir Allah swt. Akan tetapi selama ini
masyarakat muslim kebanyakan hanya mengetahui hanya qada dan qadar saja yang
saling berhubungan. Padahal qada dan qadar juga memiliki hubungan dengan
ikhtiar.
Dari
permasalahan diatas, penulis tertarik untuk membuat makalah mengenai Iman qada
dan qadar, yang pembahasannya lebih menuju pada hubungan qada dan qadar dengan
ikhtiar.
B.
Rumusan
Masalah
Rumusan
masalah yang diangkat dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1)
Apa hubungan antara qada dan qadar
terhadap ikhtiar?
2)
Apakah itu ikhtiar, sunatullah dan
tawakal?
C.
Tujuan
Dengan
ditulisnya makalah ini, penulis bertujuan untuk :
1) Meningkatkan
pengetahuan masyarakat mengenai hubungan qada dan qadar dengan ikhtiar.
2) Menambah
pengetahuan masyarakat mengenai ikhtiar, sunatullah, dan tawakal.
D.
Manfaat
Adapun manfaat
dari makalah ini, adalah sebagai berikut:
1) Menegrtinya
masyarakat mengenai hubungan qada dan qadar dengan ikhitiar.
2) Semakin
pahamnya masyarakat mengenai ikhtiar, tawakal dan sunatullah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Hubungan
Qada dan Qadar dengan ikhtiar
Iman
kepada qada dan qadar berarti percaya dan yakin dengan sepenuh hati bahwaAllah
Swt, telah menentukan segala sesuatu bagi mahluk-Nya.
Nasib
bahwa manusia telah ditentukan Allah Swt. Sejak sebelum ia dilahirkan. Walaupun
setiap manusia telah ditentukan nasibnya bukan berarti bahwa manusia hanya
tinggal diam menunggu nasip tanpaberusaha da ikhtiar. Manusia tetap
berkewajiban untuk berusaha sebab keberhasilan tidak datang sendirinya.
Kita
tidak boleh menjadikan takdir sebagai alasan untuk malas berusaha dan berbuat
kejahatan. Pada zaman Khafilah Umar Bin Khattab, seorang pencuri tertangkap dan
dibawa ke hadapanya. “mengapa engkau mencuri?” Tanya khafilah. Pencuri itu
menjawab, “memang Allah sudah menakdirkan saya menjadi mencuri.”
Mendengar
jawaban itu, khafilah Umar marah, lalu berkata, “pukul saja orang ini dengan
cemeti, kemudian potonglah tangannya!” orang-orang yang hadir bertannya,
“mengapa hukumnya begitu berat?” khafilah Umar menjawab, “Ya, itulah yang
setimpal. Ia wajib dipotong tangannya sebab mencuri dan wajib dipukul berdusta
atas nama Allah.”
Mengenai
adanya kewajiban berikhtiar, dikisahkan pada zaman nabi Muhammad saw. Pernah
terjadi bahwa seorang Arab Badui datang menghadap beliau. Orang itu datang
dengan menunggang kuda. Setelah sampai, ia turun dari kudanya dan langsung
menghadap beliau tanpa terlebih dahulu mengikat kudanya. Nabi Muhammad saw,
menegur orang itu “mengapa kuda itu tidak engkau ikat?” orang Arab Badui itu
menjawab, “biarlah, saya bertawakal kepada Allah!” beliau pun bersabda,
“ikatlah kudamu setelah itu bertawakalah kepada Allah!”.
Kisah
tersebut merupakan gambaran bahwa manusia tetap wajib berikhtiar. Kita tidak
mengetahui apa yang akan terjadi pada diri kita. Oleh karena itu, kita harus
berikhtiar. Jika ingin pandai, hendaklah belajar dengan tekun.jika ingin kaya
bekerjalah dengan rajin, kemudia berdo’a. dengan berdoa, kita kembalikan segala
urusan kepada Allah swt. Dengan demikian, apa pun yang terjadi kita dapat
menerimanya dengan rida dan ikhlas.
Hubungan
antara qada dan qadar dengan ikhtiar, para ulama berpendapat bahwa takdir itu
ada dua macam, yaitu takdir mu’allaq dan takdir mubram.
Takdir
mu’allaq adalah takdir yang erat kaitannya dengan ikhtiar manusia. Sebagai
contoh, seorang siswa bercita-cita ingin menjadi insinyur pertanian, untuk
menggapai cita-citanya, ia belajar dengan tekun. Akhirnya, apa yang ia inginkan
menjadi kenyataan dan ia pun berhasil menjadi insinyur.
Takdir
mubram adalah takdir yang terjadi pada diri manusia dan tidak dapat diusahakan
atau tidak dapat ditawar-tawar lagi oleh manusia. Sebagai contoh, seorang anak
dilahirkan dengan kulit hitam, sedangkan ibu dan bapaknya berkulit putih.
1.
Ikhitiar
Dimensi takdir dari sudut pandang mahluk ada dua
dimensi takdir, yaitu takdir musayyar (hamba tidak ada ikhtiar di dalamnya) dan
takdir mukhayar (hamba diharuskan berikhtiar dan disediakan balasan atas
ikhtiarnya itu). Atas sifat kasih sayang-Nya, Allah swt, memberikan potensi dan
sarana yang sifatnya musayyar berupa akal, petunjuk, peluang, dan fisik. Dengan
potensi itu, seorang hamba harus berikhtiar sehingga hadir ketentuan Allah swt, yang terbaik untuk
hamban-Nya. Dengan kata lain, usaha untuk memenuhi ketentuan sebab akibat
itulah tempatnya ikhtiar. Adapun atas hasilnya, tentu sesuai dengan qadar Allah
swt. Yang kemudian kita dituntut untuk bertawakal.
2.
Sunatullah
Allah swt adalah mahakuasa sehingga semua iradat
(kehendak-Nya) akan terlaksana. Hnaya dengan menyebut “jadi!” semua yang
dikehendaki-Nya pu terjadi dengan sendirinya. Meskipun demikian Allah swt tidak
sewenang-wenang dalam menjalankan kekuasaa-Nya. Jika Allah Allah swt mau
melakukan keputusun-Nya tentang seorang manusia, dia selalu seberapa jauh usaha
manusia tersebut untuk mengadakan perubahan demi mengubah nasibnya. Ia harus
mengubah nasibnya sejau kemampuannya. Selebihnya ia harus bertawakal kepada
Allah swt, untuk memustuskan iradat-Nya.
Hukum sebab akibat menyatakan bahwa apabila suatu
sebab terjadi atau diadakan, suatu akibat niscaya akan terjadi. Ini suatu
keniscayaan yang masuk akal. Diatas semua kemahakuasaan-Nya, Allah swt selalu
mengikuti jalur keniscayaan yang masuk akal dan inilah sunatullah. Hukum ini
bukan hanya berlaku untuk benda-benda di alam, tetapi juga berlaku untuk
fenomena sosial dan budaya. Salah satu upaya untuk sunatullah adalah dengan
mempelajari ilmu pengetahuan, baik IPA maupun ilmu-ilmu sosial dan humaniora.
3.
Tawakal
Tawakal bagi seorang muslim adalah perbuatan dan
harapan dengan disertai hati yang tenang, jiwa yang tenteram, dan keyakinan
yang kuat bahwa apa yang harus terjadi pasti terjadi, apa yang dikehendaki-Nya
pasti tidak akan terjadi. Allah swt, tidak akan menyia-nyiakan pahala orang
yang berbuat baik.
Seorang muslim pasti mempercayai ketentuan-ketentuan
Allah (qada) pada alam semesta. Ia akan menyiapkan sebab-sebab yang diperlukan
bagi semua perbuatanya, berusaha sekuat tenaga untuk menghadirkan sebab-sebab
tersebut, dan menyempurnakannya. Namun, ia tidak menyakini sebab-sebab adalah
satu-satunya jaminan untuk tercapainya tujuan dan kesuksesan usaha. Adapun
pencapaian hasil dan sukses seorang muslim menyerahkannya kepada Allah swt.
Karena hanya dia yang mahakuasa atas segala sesuatu. Dia satu-satunya tempat
bergantung.
Perbuatan
hanya menggantungkan kepada sebab adalah kesyirikan. Adapun meninggalakan sebab
yang diperlukan bagi perbuatannya, padahal ia mampu menyiapkannya adalah
kefasikan.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Hubungan
qada dan qadar keduanya tidak terpisahkan dan memilki keterkaitan yang amat
erat, atau sering pula disebut atau dinamakan dengan takdir Allah swt.
Hubungan
antara qada dan qadar dengan ikhtiar, para ulama berpendapat bahwa takdir itu
ada dua macam, yaitu takdir mu’allaq dan takdir mubram.
B.
Saran
Setelah
menarik kesimpulan sebagaimana tersebut di atas selanjutnya penulis mengajukan
beberapa saran, yaitu sebagai berikut.
1) Senantiasa
untuk selalu beriman kepada qada dan qadar.
2) Kita
tidak boleh menjadikan takdir sebagai alasan untuk malas berusaha dan berbuat
kejahatan.
3) Memahami
hubungan qada dan qadar dengan ikhtiar.
DAFTAR PUSTAKA
Yunan, Aswin. 2010.
Teladan Semurna Pendidikan Agama islam 3. Solo:
Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.
Muhyidin, Muhammad.
2009. Pendidikan Agama Islam Untuk SMA jilid 3.
Jakarta: Erlangga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar