Oleh : Yovi Citra Nengsih
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Harapan
terhadap busines sudah ada sejak 25 tahun terakhir yaitu bahwa busines
diciptakan untuk melayani kebutuhan pemangku kepentingan (terutama pemegang
saham dan masyarakat). Pemegang saham dan masyarakat memiliki peranan sangat
penting karena mereka sangat berkeinginan dalam usaha, kegiatan, dan dampak
terhadap businesnya.
Pemangku
kepentingan sangat berharap bahwa perusahaan akan menghormati nilai-nilai dan
keinginan mereka. Jika keinginan pemangku kepentingan tidak dihormati, maka
akan terjadi tindakan yang menyakitkan untuk pemangku kepentingan. Dukungan
terhadap bisnis sangat bergantung kepada kepercayaan pemegang saham terkait
komitmen manajemen perusahaan. Oleh karena itu manajemen perusahaan diharapkan
untuk memimpin perusahaan dengan beretika dan bertanggungjawab kepada pemangku
kepentingan secara transparan.
1.2 Rumusan Masalah
Terjadinya
kasus pelanggaran etika busines terutama Enron, Arthur dan Worlcom telah
mengubah harapan bahwa busines ada untuk melayani kebutuhan masyarakat dan
bukan sebaliknya. Permasalahannya adalah bagaimana mengekploitasi perubahan
bahwa kecenderungan etika telah dibawa ke perkembangan dan harapan yang muncul
sebagai respon terhadap perubahan?
1.3 Tujuan Penulisan
Secara rinci
tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui:
a.
Faktor-faktor munculnya harapan
publik terhadap perilaku busines.
b.
Apa saja bentuk harapan
terhadap busines yang mempengaruhi perilaku etis.
c.
Bagaimana tanggapan dan
perkembangan harapan etika terhadap busines.
d.
Bagaimana lingkungan etika bagi
akuntan profesional dalam berbusines dan bagaimana mengelola risiko etika yang
muncul.
e.
Bagaimana contoh-contoh kasus
pelanggaran etika yang memicu munculnya harapan publik yang diambil dari
pengalaman masa lalu profesi akuntansi.
II.
METODE
PENULISAN
Makalah
ini menggunakan metoda deskriptif kualitatif, yaitu mendeskripsikan,
menguraikan, dan memberikan gambaran tentang bagaimana harapan etika terhadap
busines berubah sesuai dengan teori yang dikemukan oleh Brooks dan Dunn. Dari
gambaran tersebut kemudian ditarik kesimpulan bagiamana seorang individu harus
mengembangkan ketertarikannya dalam etika busines dan profesi serta dapat
menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
III.
ANALISIS
3.1 Faktor-faktor munculnya harapan publik terhadap perilaku busines
Menurut Brooks dan Dunn (2008), terdapat 8 faktor yang mempengaruhi
harapan publik terhadap perilaku busines, yaitu:
1)
Faktor lingkungan
Merupakan kesadaran bahwa masalah lingkungan fisik
publik/kesejahteraan karyawan sedang terancam oleh aktivitas perusahaan
terutama yang berkaitan dengan kualitas udara, air, dan keselamatan di darat.
2)
Faktor sensitivitas moral
Merupakan sensitivitas yang diakibatkan oleh kurangnya
kejujuran dan adanya perbedaan dan perlakuan rasa keadilan dan kesejahteraan
kepada individu dan kelompok masyarakat baik secara internal maupun internal.
3)
Faktor pertimbangan yang buruk dan aktivis pemangku
kepentingan
Merupakan kesalahan operasi atas pertimbangan yang
dilakukam oleh eksekutif dalam mengambil keputusan yang tidak disetujui oleh
masyarakat.
4)
Faktor tekanan ekonomi dan persaingan
Merupakan faktor yang disebabkan oleh aktivitas ekonomi
yang melambat sehingga menimbulkan tekanan untuk bertahan hidup dan melakukan
persaingan dengan cara apa pun.
5)
Faktor skandal keuangan
Merupakan penyimpangan keuangan yang berkelanjutan dan
menimbulkan krisis berkepanjangan terhadap pelaporan dan tatakelola perusahaan.
6)
Faktor kegagalan tatakelola dan penilaian risiko
Merupakan kegagalan pengawasan oleh manajemen perusahaan
untuk mengetahui terjadinya keserakahan yang dilakukan oleh eksekutif, manajer,
dan karyawan lainnya.
7)
Faktor peningkatan akuntabilitas yang diinginkan
Merupakan keinginan untuk meningkatkan akuntabilitas pada
pihak investor dan pemegang saham karena kurangnya kepercayaan dalam proses
kegiatan perusahaan.
8)
Faktor sinergi dan penguatan kelembagaan
Merupakan hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi
antara ekspektasi masyarakat terhadap etika kinerja yang telah diidentifikasi.
3.2 Harapan Baru terhadap
Busines
Harapan
baru terhadap bisnis ditandai
dengan adanya dua paradigma. Paradigma pertama dimulai dengan
munculnya evolusi dalam mandat untuk bisnis yang disebut laissez faire yaitu
sebuah pandangan dari Milton Friedman yang menyatakan bahwa keuntungan harus
diperoleh atau dicari berdasarkan
undang-undang dan etika kebiasaan masyarakat. Friedman mengajukan tiga
permasalahan busines yaitu,
1). bahwa tidak berfokus pada laba
bukan berarti laba akan turun tetapi justru laba akan naik 2). bahwa keuntungan
hari ini merupakan ukuran kinerja perusahaan yang tidak lengkap, sehingga tidak
akurat jika digunakan untuk mengukur alokasi sumber daya perusahaan. 3). bahwa
secara eksplisit kinerja perusahaan harus berada dalam hukum dan etika
kebiasaan.
Paradigma kedua dari harapan baru
terhadap bisnis juga ditandai dengan adanya peranan fidusia yang diperkuat bagi
akuntan profesional. Reformasi profesi akuntan sedang berlangsung dalam rangka
memperkuat harapan masyarakat. Dorongan reformasi ini dimulai dengan terbitnya
SOX, terbentuknya SEC dan PCAOB di AS dan kemudian bergeser munculnya upaya
harmonisasi dengan standar global yang bekerja di bawah naungan IASB dan IFAC
yang berfokus pada standar akuntan profesional untuk melayani kepentingan umum.
Dari
kedua paradigma di atas dapat diringkas bahwa aturan bisnis sekarang telah
berubah. Fokusnya telah bergeser dari pandangan sempit yang berorientasi pada
keuntungan bagi pemegang saham saja (shareholder)
menjadi berfokus pada pandangan yang luas yang berorientasi pada pemangku
kepentingan (stakeholder) yang
mencakup apa dan bagaimana suatu prestasi dicapai dan bagaimana mencapainya.
3.3 Tanggapan
dan Perkembangan Harapan Etika Terhadap Bisnis
Evolusi
dari mandat baru terhadap adanya saling kebergantungan mendapat reaksi oleh
bisnis. Tekanan tersebut telah memiliki efek pada etika bisnis dan kepada
akuntan profesional. Beberapa trend yang muncul sebagai tanggapannya adalah:
1)
Munculnya
model-model tata kelola dan akuntabilitas pemangku kepentingan yang dapat
dilihat dengan adanya trend, yaitu:
a)
Memperluas
kewajiban hukum untuk direktur perusahaan
b)
Kecukupan
pengendalian internal manajemen kepada pemegang saham
c)
Ketetapan
niat untuk mengelola risiko dan melindungi reputasi
d)
Perubahan
cara organisasi beroperasi yang meliputi reorganisasi, pemberdayaan karyawan,
penggunaan data elektronik, peningkatan indikator kinerja nonkeuangan.
2)
Munculnya manajemen berdasarkan
nilai yang disebut hypernorms, yaitu nilai-nilai dasar yang secara universal
dihormati oleh kelompok pemangku kepentingan. Nilai-nilai tersebut terdiri dari kejujuran, keadilan, kasih sayang, integritas, keterprediksian dan
tanggungjawab.
3)
Munculnya manajemen berdasarkan
reputasi yang mengutamakan nilai-nilai penentu reputasi yang terdiri dari kredibilitas, keandalan, dapat dipercaya dan
tanggung jawab.
4)
Munculnya
manajemen risiko etika yang merupakan bagian penting dari due deligence yang dikembangkan dari beberapa penelitian.
Penelitian itu berfokus pada risiko kejadian yang menyebabkan jatuhnya nilai
saham bagi perusahaan-perusahaan fortune perioda 1993-1998.
5)
Munculnya minat pemangku
kepentingan untuk meningkatkan akuntabilitas dalam membuat laporan kinerja
perusahaan yang lebih relevan dengan berbagai kepentingan stakeholder.
6)
Munculnya teori-teori tentang
etika perilaku yang dikemukakan oleh para filsuf yang menciptakan beberapa
pendekatan yaitu pendekatan filosofis, pendekatan konsep dan pendekatan
pengambilan keputusan etis.
3.4
Lingkungan Etika Bagi Akuntan Profesional dan Mengelola Risiko Etika
Lingkungan etika yang telah berubah menuntut akuntan profesional harus
melakukan minimal dua kewajiban. Kewajiban pertama adalah adanya tuntutan peran
dan perilaku terhadap akuntan yang menyerukan revisi koda etik profesi karena
akuntan telah keluar jalur akibat adanya jurang harapan. Kewajiban kedua adalah akuntan dituntut untuk
berperan serta dalam tatakelola demi terwujudnya akuntabilitas perusahaan melalaui
layanan yang ditawarkan.
Mengelola
risiko etika merupakan konsekuensi dari kewajiban akuntan profesional. Risiko
etika adalah potensi masa depan dalam menentukan keberhasilan perusahaan,
direktur, eksekutif, dan akuntan yang mengandung risiko dan peluang yang harus
dipertimbangkan untuk mengamankan dan mempertahankan dukungan pemangku
kepentingan. Perusahaan berhadapan dengan budaya yang berbeda-beda dalam
memperkerjakan dan mengelola karyawan walaupun operasional masih di satu negara
dan harus ditangani dengan baik.
Pada
kenyataannya, jika aspek-aspek etis dan krisis telah dikelola dengan baik, maka
reputasi perusahaan dapat ditingkatkan. Mengkombinasikan etika dengan manajemen
krisis mampu mengubah risiko menjadi peluang (Leonard J. Brooks, 2008) .
IV.
BELAJAR DARI MASA LALU PROFESI AKUNTANSI
4.1 Kasus Enron
4.1.1 Profil Perusahaan
Arthur Andersen adalah
sebuah perusahaan jasa akuntansi yang berbasis di Chicago, Illinois, Amerika Serikat.
Perusahaan ini didirikan oleh Arthur Andersen pada tahun 1913. Sedangkan Enron merupakan
perusahaan dari penggabungan antara InterNorth (penyalur gas alam melalui pipa)
dengan Houston Natural Gas pada tahun 1985. Bisnis inti Enron bergerak dalam
industri energi, kemudian melakukan diversifikasi usaha yang sangat. Diversifikasi
usaha tersebut, antara lain meliputi future transaction, trading commodity non
energy dan kegiatan bisnis keuangan (Uwi, 2009) .
4.1.2 Ringkasan Kasus
1.
Board of Director
mengijinkan terjadinya insider trading.
2.
Enron melakukan out
sourcing secara total atas fungsi internal audit perusahaan. Akuntan publik perusahaan adalah mantan partner KAP Andersen, Direktur keuangan Enron berasal dari KAP Andersen, dan sebagian besar Staf akunting Enron berasal dari KAP
Andersen.
3.
Pada awal tahun 2001
patner KAP tetap mempertahankan Enron sebagai klien meskipun tahu resiko tinggi.
4.
Pada tanggal 16 Oktober
2001, Enron menerbitkan laporan keuangan triwulan ketiga yang menyebutkan bahwa laba bersih Enron telah meningkat
menjadi $393 juta, naik $100 juta dibandingkan periode sebelumnya. Ia juga
tidak menjelaskan secara rinci tentang pembebanan biaya akuntansi khusus
(special accounting charge/expense) sebesar $1 miliar yang sesungguhnya
menyebabkan hasil aktual pada periode tersebut menjadi rugi $644 juta dan diketahui beban ternyata berasal dari transaksi yang dilakukan oleh
perusahaan-perusahaan yang didirikan oleh CFO Enron.
5.
Pada tanggal 2 Desember
2001 Enron mendaftarkan kebangkrutan perusahaan ke pengadilan dan memecat 5000
pegawai. Pada saat itu terungkap bahwa terdapat hutang perusahaan yang tidak di
laporkan senilai lebih dari satu milyar dolar.
6.
Enron dan KAP Andersen
dituduh telah melakukan kriminal dalam bentuk penghancuran dokumen yang
berkaitan dengan investigasi atas kebangkrutan Enron.
7.
Dana pensiun Enron sebagian
besar diinvestasikan dalam bentuk saham Enron.
8.
KAP Andersen
diberhentikan sebagai auditor Enron pada pertengahan juni 2002.
9.
Tanggal 28 Pebruari
2002 KAP Andersen menawarkan ganti rugi 750 Juta US dollar untuk menyelesaikan
berbagai gugatan hukum yang diajukan kepada KAP Andersen (Investopedia, 2016) .
4.1.3 Pendapat Kami
1. Teori Egoisma
Menurut teori tersebut, Enron dan KAP AA tidak
melanggar teori egoisma, karena segala hal yang dilakukan untuk kepentingan
perusahaan, bukan kepentingan individu.
2.
Teori Utilitarianisma
Menurut teori tersebut, Enron dan AA telah
melanggar, karena dengan kebangkrutan Enron menyebabkan terjadinya krisis
ekonomi yang merugikan rakyat Amerika, bahkan dunia.
3.
Teori Deontologi
Menurut teori ini, Enron dan AA telah melanggar,
karena motif mereka memanipulasi laporan keuangan adalah untuk memperkaya diri
mereka sendiri.
4.
Teori Keadilan
Menurut teori tersebut, Enron dan AA telah
melanggar, karena dari keuntungan yang didapatkan tidak berdampak pada lingkungan
masyarakat setempat.
5.
Teori Kebajikan
Menurut teori
tersebut, Enron dan AA telah melanggar, karena individu yang mempunyai mental
korup dan serakah.
4.2
Kasus Worldcom
4.2.1
Profil Worldcom
Worldcom
adalah sebuah perusahaan ternama yang menyediakan layanan telepon jarak jauh
yang didirikan oleh Bernard Ebbers pada tahun 1983. Worldcom berkembang pesat pada tahun1990-an sehingga menjadi salah satu
perusahaan terbesar dalam industri telekomunikasi. Akuisisi terbesar pada tahun
1998 pada saat worldcom mengambil alih perusahaan MCI yaitu perusahaan kedua
terbesar di Amerika yang bergerak pada
bidang telekomunikasi. Pada tahun yang sama WorldCom membeli perusahaan
UUNet, Compuserve, dan jaringan data AOL (American Online) yang mengukuhkan
posisi WorldCom menjadi operator no 1 dalam infrastruktur internet (Abqi, 2012) .
Pada tahun 1990 terjadi masalah fundamental ekonomi pada
Worldcom yaitu terlalu besarnya kapasitas telekomunikasi. Masalah ini terjadi
karena pada tahun 1998 Amerika mengalami resesi ekonomi sehingga permintaan
terhadap infrastruktur internet berkurang drastis. Hal ini berimbas pada
pendapatan Worldcom yang menurun drastis sehingga pendapatan ini jauh dari yang
diharapkan, padahal untuk biaya akuisisi dan untuk membiayai investasi
infrastruktur Worldcom menggunakan sumber pendanaan dari luar atau utang (Yvesrey, 2011) .
Pada Juni
1999 dengan saham WorldCom diperdagangkan pada $64, Ebbers menjadi miliuner dan
Worldcom menjadi favorit ekonomi baru. Pada awal Mei 2002, Ebbers mundur dari
posisinya sebagai COE, dengan menyatakan bahwa ia “1000 persen yakin dalam
hatinya bahwa kondisi yang gawat ini hanya bersifat sementara”. Dua bulan
kemudian, meskipun optimismenya tak kunjung padam, WorldCom mendeklarasikan
diri sebagai kebangkrutan terbesar dalam sejarah Amerika.
4.2.2 Ringkasan
Kasus
Kasus ini
menggambarkan tiga isu
besar dalam kejatuhan
WorldCom, strategi pertumbuhan
perusahaan melalui akuisisi, penggunaan
pinjaman bagi eksekutif-eksekutif
senior, dan ancaman terhadap tata kelola perusahaan yang diciptakan oleh
keramahan yang berlebihan dan kesepakatan yang kurang adil. Pelanggaran yang
dilakukan oleh Manajemen Puncak WorldCom sebegai berikut (Yvesrey,
2011) :
1)
Penggelembungan tersebut terjadi
karena adanya praktik akuntansi yang keliru dan manipulasi laporan keuangan
oleh pihak manajemen puncak perusahaan
2)
Praktik akuntansi yang keliru ini
dapat terealisasi karena dibantu oleh eksternal Arthur Andersen dan staf
akuntansi perusahaan tersebut
3)
Selain praktik akuntansi yang
keliru, CEO WorldCom juga menggunakan uang pereusahaan untuk kepentingan
pribadi.
4.2.3 Pendapat kami
1.
Teori Egoisma
Bernard Ebbers telah melakukan suatu tindakan yang melanggar
etika, karena merugikan perusahaan dengan menyalahgunakan jabatannya untuk
meminjam dan menggunakan uang perusahaan untuk kepentingan dirinya sendiri.
2.
Teori Utilitiarisma
Perusahaan Worldcom tidak melanggar teori utilitiarisme
karena lebih menutamakan diri sendiri dan perusahaan tersebut.
3.
Teori Deontologi
Worlcom melanggar
teori deontologi, karena Worldcom hanya memperkaya diri pribadi dan
meningkatkan laba perusahaan agar
investor tertarik untuk berinvestasi ke Worldcom.
4.
Teori Keadilan
Worldcom melaggar teori keadilan, karena hanya mementingkan diri sendri
dan perusahaan, tidak mendistribusikan kepada masyarakat.
5.
Teori Kebajikan
Menurut teori ini, Ebbers
sebagai pemilik perusahaan, Sullivan sebagai manajemen keuangan telah
melanggar, mempunyai sifat yang serakah yang ingin memperkaya diri sendiri dan
meyalahgunakan jabatannya demi kepentingan pribadi.
V.
KESIMPULAN
Dari
uraian tersebut di atas dapatlah disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
1)
Terdapat
8 faktor yang mempengaruhi harapan publik terhadap perilaku business yaitu faktor lingkungan, faktor sensitivitas moral, faktor
pertimbangan yang buruk dan aktivis pemangku kepentingan, faktor
tekanan ekonomi dan persaingan, faktor
skandal keuangan, faktor kegagalan tatakelola dan penilaian risiko, faktor
peningkatan akuntabilitas yang diinginkan, dan faktor sinergi dan penguatan kelembagaan.
2)
Harapan baru terhadap
bisnis ditandai dengan
adanya dua paradigma, yaitu pendapat Milton Friedman dan peranan reformasi
profesi. Paradigma pertama disebut laissez faire, dan
paradigma kedua adalah reformasi profesi.
3)
Ada 6 trend yang muncul sebagai tanggapan dan perkembangan harapan etika terhadap bisnis, yaitu manajemen akuntatabilitas, manajemen berbasis
nilai, manajemen berbasis reputasi, manajemen risiko etika, akuntabilitas
kinerja, dan teori-teori etika.
4)
Lingkungan
etika yang telah berubah menuntut akuntan profesional harus melakukan minimal
dua kewajiban yaitu revisi koda etik dan mengelola risiko etika.
5)
Di
tengah-tengah tragedi yang diciptakan oleh kegagalan Enron, Arthur Andersen,
dan Wordlcom terdapat sebuah hikmah bahwa harus dilakukan percepatan dan
kristalisasi nilai-nilai akuntabilitas dan tatakelola berbasis pemangku
kepentingan bagi para akuntan. Mereka harus membuat keputusan etis yang dapat
mereka pertahankan terhadap pemangku kepentingan. Setidaknya seorang individu
atau siapa saja harus mengembangkan sebuah ketertarikan yang luar biasa dalam
etika busines dan profesi serta dapat menerapkan etika tersebut dalam kehidupan
sehari-hari karena mungkin saja mereka tidak menyadari tantangan etika busines
dan profesi yang terus berkembang.
DAFTAR PUSTAKA
Abqi, I. (2012). Profil Perusahaan dan Permasalahan
Worldcom. Diambil kembali dari Course Hero: https://www.coursehero.com/file/9399732/PROFIL-PERUSAHAAN-DAN-PERMASALAHAN-WORLDCOM/
Investopedia.
(2016, August 18). Enron Scandal: The Fall of a Wall Street Darling.
Diambil kembali dari Investopedia:
http://www.investopedia.com/updates/enron-scandal-summary/
Leonard
J. Brooks, P. D. (2008). Business & Profesonal Ethics 5th Edition.
Canada: South-Western Cengage Learning.
Uwi. (2009, November). Kasus Enron dan KAP Arthur Andersen. Diambil
kembali dari Uwiiii's Blog: https://uwiiii.wordpress.com/2009/11/14/kasus-enron-dan-kap-arthur-andersen/
Yvesrey.
(2011, February 10). Kasus Skandal Akuntansi pada Worldcom. Diambil
kembali dari Yvesrey's Page:
https://yvesrey.wordpress.com/2011/02/10/kasus-skandal-akuntansi-pada-worldcom/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar