Oleh : Yovi Citra Nengsih
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Dalam beberapa tahun terakhir, dunia
seakan mendapatkan banyaknya masalah-masalah sosial, politik dan bisnis yang akhirnya berdampak pada
krisis global saat ini. Kejadian ini pada umumnya disebabkan oleh degradasi atau
semakin terkikisnya moralitas manusia, banyaknya pengabaian etika dalam
berbagai kehidupan masyarakat tak terkecuali kegiatan bisnis. Banyaknya
kehancuran bisnis yang terjadi didunia memberi dampak penderitaan yang cukup
signifikan pada kehidupan masyarakat luas. Sebagian besar kejadian ini
disebabkan oleh adanya pengabaian etika dalam setiap kegiatan bisnis.
Pengabaian etika adalah dilakukannya
suatu kegiatan yang dianggap benar oleh para pengambil keputusan, namun membawa
dampak merugikan atau dianggap salah oleh pihak lain. Contoh pengabaian etika
itu sendiri antara lain adalah praktek kecurangan dalam pembuatan laporan
keuangan, penyuapan, dan lain sebagainya. Kecurangan-kecurangan ini biasanya
dipicu oleh godaan terhadap keuntungan jangka pendek yang menggiurkan.
Pelanggaran terhadap etika seringkali baru terbukti dalam waktu yang cukup
panjang, biasanya perusahaan-perusahaan cenderung mengabaikan etika dalam
berbisnis untuk mencapai tujuan tertentu, sebagian yang lain yang lebih
berintegritas akan memilih cara yang melibatkan etika dalam proses bisnisnya.
Titik tolak adanya pengabaian etika
salah satunya adalah usaha perusahaan dalam mencapai tujuan utama mereka.
Tujuan utama dari beroperasinya suatu perusahaan adalah untuk menghasilkan
keuntungan yang sebesar-besarnya. Banyak cara yang dilakukan perusahaan dalam
mencapai tujuan ini. Beberapa dari mereka yang berintegritas akan memilih cara
yang melibatkan etika dalam menghasilkan laba, dan sebagian lainnya akan
menggunakan rasionalisasi tertentu dengan sedikit banyak mengabaikan etika.
Sejarah membuktikan, mereka yang
mengabaikan etika cenderung mengalami kehancuran lebih cepat daripada mereka
yang melibatkan etika didalam keputusan bisnisnya, karena dengan mengabaikan
etika, berbagai segi bisnis yang mengandung kesamaan nilai-nilai etika dapat
hancur seperti halnya efek domino.
Dinamika pengabaian etika yang seperti
inilah yang akhirnya memunculkan skandal korporasi Enron dan Arthur Andersen,
World Com. Akibat buruk dari perilaku yang tidak etis bukan hanya akan
menimpa perusahaan namun juga menimpa masyarakat secara umum. Dari hal-hal ini
para pelaku praktisi bisnis dan keuangan mulai memperluas area manajemen risiko
mereka yang tadinya hanya berpacu pada resiko-resiko bisnis, kini mulai
memperhatikan manajemen dalam lingkup etika. Dalam literatur, manajemen di
lingkup etika ini disebut manajemen resiko etika. Dalam Brooks (2004) dinyatakan para praktisi bisnis kini mulai menyadari
bahwa meskipun manajemen resiko cenderung berfokus kepada masalah-masalah
non-etis, bukti yang ada menunjukkan bahwa penghindaran bencana dan kegagalan
juga memerlukan perhatian kepada masalah risiko etika.
1.2 Rumusan
Masalah
Terjadinya kasus kecurangan
dalam perusahaan untuk menghasilkan laba sebanyak-banyaknya dengan mengabaikan
nilai etika menjadi
salah satu penyebab kehancuran banyak perusahaan. Pengabaian etika yang dilakukan membawa dampak
yang merugikan bagi semua pihak. Permasalahannya adalah
bagaimana mengelola resiko etika dan
manajemen krisis dalam organisasi atau perusahaan?
1.3
Tujuan Penulisan
Makalah ini adalah untuk mengetahui:
a.
Identifikasi serta pinilaian risiko etika dan peluang.
b.
Risiko etika dan manajemen peluang.
c.
Manajemen krisis perusahaan.
1.4
Metode
Penulisan
Makalah ini
menggunakan metode deskriptif kualitatif, yaitu mendeskripsikan, menguraikan, dan
memberikan gambaran tentang bagaimana risiko etika dan manajemen krisis dalam perusahaan. Bersumber dari pada
buku, jurnal dan penelitian terdahulu. Dari gambaran
tersebut kemudian ditarik kesimpulan bagaimana seharusnya
perusahaan dalam mengelola risiko etika dan manajemen krisis.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Resiko Etika
Resiko etika merupakan suatu kemungkinan dilanggarnya
etika yang disebabkan oleh ketidakmampuan perusahaan atau institusi dalam
memenuhi harapan stakeholder. Agar suatu organisasi atau
perusahaan survive, maka harus
menerapkan manajemen resiko etika. Manajemen resiko etika
merupakan tata kelola yang menjunjung kode etik sehingga dapat meminimalisasi
ketidakmampuan perusahaan dalam memenuhi harapan stakeholder. Ragam resiko etika dalam kaitannya dengan stakeholder adalah sebagai berikut:
Harapan stakeholder yang tidak dapat dipenuhi
|
Resiko Etika
|
Pemegang Saham
-
Adanya
perilaku penggelapan dana dan asset
-
Adanya
konflik kepentingan dengan para eksekutif perusahaan
-
Tingkatan
performa perusahaan yang tidak sesuai dengan keinginan para pemegang saham
-
Keakuratan
dan transparasi laporan keuangan
|
Kejujuran dan integritas,
pertanggungjawaban yang dapat diprediksi.
Kejujuran dan pertanggungjawaban
Kejujuran dan integritas
|
Karyawan
-
Keamanan Kerja
-
Pembedaan
-
Mempekerjakan anak di bawah
umur dan pemerasan tenaga buruh
Pelanggan
-
Keamanan Produk
-
Performa Perusahaan
Lingkungan
-
Terciptanya Polusi
|
Kewajaran
Keadilan
Keadilan dan perlakuan kasih sayang
Keterbukaan
Kewajaran
Integritas dan pertanggungjawaban
|
2.2. Manajemen Resiko Etika
Dalam menerapkan manajemen resiko etika, terdapat
beberapa tahapan yang dapat dilakukan oleh para investigator perusahaan, yaitu:
1.
Mengidentifikasi dan Menilai
Resiko Etika dengan beberapa tahapan
:
a.
Melakukan
penilaian dan identifikasi para stakeholder
perusahaan dengan membuat daftar mengenai siapa dan apa
saja para stakeholder yang
berkepentingan beserta harapan mereka, maka manajemen dapat melakukan penilaian
dalam pemenuhan harapan stakeholder.
b.
Mempertimbangkan
kemampuan aktivitas perusahaan dengan ekspektasi stakeholder, dan menilai resiko ketidaksanggupan dalam memenuhi
ekspektasi stakeholder
c.
Meninjau
ulang perbandingan aktivitas dan ekspektasi perusahaan dari perspektif dampak
reputasi perusahaan. Reputasi tergantung pada empat faktor,
yaitu kejujuran, kredibilitas, reliabilitas, dan tanggungjawab.
d.
Melakukan pelaporan
2.
Penerapan strategi dan taktik
dalam membina hubungan strategis dengan stakeholder.
3.
Akuntabilitas sosial dan audit
2.3. Manajemen Risiko Etika dan Peluang
Perusahaan telah dianggap
bertanggungjawab secara hukum hanya kepada pemegang saham atau pemilik, tetapi
kenyataannya secara strategis, mereka bertanggungjawab kepada yang lebih luas untuk para pemangku kepentingan, untuk tercapaiannya tujuan strategis. Ketika
perusahaan tidak mampu memenuhi harapan dari para pemangku kepentingan maka hal
ini akan berpotensi menyebabkan kerugian bagi perusahaan, akan tetapi jika hal
yang sebaliknya terjadi maka perusahaan akan dapat menggalang dukungan dan
memperoleh keuntungan. Organisasi risiko dan peluang etika telah diidentifikasi dan dinilai
strategis perlu dikembangkan dengan taktik terbaik untuk mengatur mereka, untuk mengurangi
masalah dan untuk menyelaraskan kegiatan dengan kepentingan stakeholder.
2.4. Manajemen Krisis
Krisis memiliki dampak potensial yang sangat
signifikan pada reputasi perusahaan dan pejabat, pada kemampuan perusahaan
untuk mencapai tujuan, dan kemampuannya untuk bertahan hidup. Akibatnya,
eksekutif telah belajar bahwa krisis harus dihindari, dan jika tidak mungkin
menghindari bahwa krisis adalah harus dikelola sehingga dapat meminimalkan
kerugian.
Teori manajemen krisis umumnya didasarkan atas
bagaimana menghadapi krisis (crisis
bargaining and negotiation), membuat keputusan di saat krisis (crisis decision making), dan memantau
perkembangan krisis (crisis dynamics). Dalam situasi krisis, usahakan tetap tenang dan pertimbangkan dengan matang
keputusan yang akan diambil karena akan menjadi taruhan reputasi public relations. Dalam bisnis terdapat 3 jenis krisis, yaitu sebagai berikut:
1) Krisis
Keuangan (Financial Crisis)
Krisis keuangan adalah krisis yang terjadi
karena perusahaan mempunyai masalah cash
flow atau likuiditas jangka pendek dan kemungkinan pailit di masa datang.
Krisis keuangan yang terjadi di Amerika sepanjang 2008 membuat banyak
perusahaan bangkrut.
Krisis global ini merupakan salah satu krisis keuangan yang terburuk dalam milenium baru
ini. Biaya untuk memulihkan kondisi perekonomian Amerika membutuhkan dana
sebesar US$700 miliar atau setara dengan Rp.6.500 triliun (bandingkan dengan
krisis keuangan Indonesia tahun 1998-1999 yang ”hanya” memakan biaya sekitar
Rp.650 triliun).
2) Krisis Public Relations
Krisis public
relations sering disebut sebagai krisis komunikasi, terjadi karena
pemberitaan negatif yang kemudian berimbas buruk pada bisnis perusahaan.
Pemberitaan media atau isu yang beredar bisa jadi benar atau mungkin saja
tidak, tetapi berpotensi memengaruhi citra seseorang atau perusahaan. Salah satu
krisis public relations yang hingga
kini masih sering dibicarakan adalah dugaan korupsi mantan Presiden Soeharto
dan keluarganya. Ketua
Presidium Komite Waspada Orde Baru, Judilherry Justam, mengatakan korupsi yang
dilakukan oleh keluarga mantan Presiden Soeharto, antara lain dana reboisasi,
mobil nasional, tata niaga cengkeh, dan kilang migas.
3) Krisis
Strategi
Krisis Strategi (strategic crisis) adalah perubahan dalam
lingkungan bisnis yang mengakibatkan kelangsungan hidup perusahaan menjadi
terganggu. Perusahaan sebaiknya selalu memiliki rencana dalam menghadapi krisis
dan menghindari keputusan yang justru akan membuat perusahaan terperosok lebih
jauh dalam krisis. Mereka harus tahu skenario terburuk yang akan terjadi dan
harus mempunyai contingency plan dalam
menghadapinya.
2.5. Fase
Krisis
Fase krisis ada empat yaitu : pra krisis, tidak
terkendali, terkendali dan pemulihan reputasi. Tujuan utama dari manajemen
krisis haruslah untuk menghindari krisis. Tujuan tersebut dapat dicapai melalui
perencanaan terlebih dahulu yang tepat, dengan memantau terus, dan dengan
cepat, membuat keputusan yang efektif selama krisis.
a.
Upaya Penanggulangan Krisis
Public relations di dalam manajemen krisis
dapat menanggulangi krisis dengan melakukan langkah-langkah sebagai berikut (Purwaningwulan,2013) :
1.
Peramalan Krisis (Forcasting)
Manajemen krisis bertujuan untuk menekan faktor-faktor resiko dan faktor ketidak pastian seminimal
mungkin. Setiap perusahaan menghadapi masa depan yang selalu berubah dan arah
perubahannya tidak bisa diduga. Untuk itu peramalan terhadap krisis (forcasting) dilakukan pada situasi
pra-krisis. Hal ini dapat dilakukan dengan mengidentifikasi dan menganalisa
peluang (opportunity) dan ancaman (threat) yang terjadi di dunia bisnis.
Untuk memudahkannya manajemen dapat melakukan peramalan dengan memetakan krisis
pada peta barometer krisis.
2.
Pencegahan
Krisis (Prevention)
Langkah-langkah pencegahan sebaiknya
diterapkan pada situasi pra-krisis, untuk mencegah kemungkinan terjadinya
krisis. Namun, jika krisis tidak dapat dicegah, manajemen harus mengupayakan
agar krisis tidak menimbulkan
kerugian yang lebih besar.
Untuk itu, begitu terlihat tanda-tanda krisis, segera arahkan ke tahap
penyelesaian.
3.
Intervensi
Krisis (Intervantion)
Langkah intervensi dalam situasi krisis
bertujuan untuk mengakhiri krisis. Pengendalian terhadap kerusakan (damage control) dilakukan pada tahap
akut. Langkah-langkah pengendalian terhadap kerusakan diawali dengan
identifikasi, isolasi (pengucilan), mambatasi (timitation), menekan
(reduction), dan diakhiri dengan pemulihan (recovery).
Krisis tidak selalu bersifat negatif tetapi juga
dapat berkembang ke arah yang positif. Oleh karena itu, yang harus dikelola
adalah faktor resiko dan faktor ketidakpastiannya agar kelangsungan perusahaan
dapat diperkirakan.
b.
Penyelesaian Krisis
Untuk menyelesaikan krisis,
manajemen harus memiliki crisis
management plans yang didesain secara teliti untuk menghadapi berbagai
level krisis yang mungkin terjadi. Oleh karena itu, jika terjadi kondisi
kritis, maka perusahaan dapat mendefinisikan dan merespon dengan baik. Melalui
persiapan yang matang, pemimpin dapat memerintahkan bagaimana dan apa yang
sebaiknya dilakukan saat krisis terjadi. Mengantisipasi krisis dapat dilakukan
dengan menggunakan perencanaan stratejik dan manajemen resiko. Setiap krisis
harus dihadapi secara serius oleh pimpinan dan disampaikan kepada publik secara
jujur.
Menjalin hubungan yang baik dengan media untuk mendapatkan informasi
tentang krisis yang terjadi.
Karena keterbukaan
informasi yang merupakan hasil dari pemberitaan media, seringkali mempengaruhi
jalannya bisnis perusahaan dan dapat memberikan dampak negatif maupun positif dalam hal keuangan, politik, dan hukum.
Dalam menghadapi krisis
dibutuhkan kepemimpinan yang efektif. Sang pemimpin mesti mengetahui tujuan dan
strategi yang jelas untuk mengatasai krisis. Tentu harus dilandasi oleh rasa
optimisme terhadap penyelesaian krisis. Mintalah dukungan dari semua orang, dan
tunjukkan bahwa perusahaan mampu menghadapi krisis yang terjadi ini dengan
baik. Tenangkan hati mereka. Ajaklah seluruh anggota organisasi untuk terlibat
dalam mencari dan menjalani solusi krisis yang telah disusun bersama.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Tidak ada
bisnis tanpa risiko, tidak ada perusahaan tanpa risiko, tidak ada rencana tanpa
risiko, tidak ada tindakan tanpa risiko. Sebab, risiko adalah sesuatu yang
selalu melekat dalam setiap gerak dan langkah perusahaan. Jadi, risiko itu
seperti sebuah bayang-bayang yang akan terus mengikuti semua perjuangan
perusahaan menuju puncak kebesarannya. Artinya, risiko tidak bisa dihapus, tapi
bisa dikendalikan agar tidak merusak potensi perusahaan. Hal yang paling
penting untuk dipahami adalah bahwa sumber utama risiko berbahaya itu selalu
berasal dari ketidaktahuan manajemen terhadap kekuatan rencana, tindakan, dan
pengendaliannya. Oleh karena itu, sikap manajemen untuk selalu memahami tentang
semua yang dilakukan, adalah sangat penting untuk pengelolaan risiko yang
berkualitas. Manajemen juga harus selalu memiliki integritas yang tinggi, untuk
patuh pada pedoman etika bisnis dan code
of conduct perusahaan. Melalui pengelolaan manajemen risiko yang kreatif,
perusahaan pasti dapat menjinakan semua bencana yang dihasilkan dari
risiko-risiko liar yang berbahaya, dan perusahaan pasti terhindar dari berbagai
bencana krisis ekonomi.
Saran
Perusahaan berskala kecil ataupun
besar , dan mereka yang berintergritas tinggi tidak akan memutuskan suatu
keputusan secara rasional artinya tidak hanya tertuju pada laba atau keuntungan
yang besar tetapi manfaat untuk semua yang akan berkaitan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar