Oleh : Yovi Citra Nengsih
PEMBAHASAN DAN
KASUS
2.1 Pembahasan
2.1.1 Holding
Company dan Multinasional Company
2.1.1.1 Definisi Holding
Company
Perusahaan induk (holding
company) adalah perusahaan yang menjadi perusahaan utama yang
membawahi beberapa perusahaan yang tergabung ke dalam satu grup perusahaan.
Melalui pengelompokan perusahaan ke dalam induk perusahaan, dimungkinkan
terjadinya peningkatan atau penciptaan nilai pasar perusahaan (market value
creation).
Holding Company atau perusahaan induk biasa
dipakai perusahaan multinasional dalam berinvestasi untuk memegang saham anak
perusahaan. Bagi investor, baik investor asing maupun investor yang berasal
dari Indonesia, holding company dapat digunakan untuk berinvestasi di
Indonesia. Selain karena alasan bisnis, penghindaran pajak dapat dilakukan
dengan memilih holding company di lokasi yang tepat, di Indonesia atau negara
lain.
Holding Company adalah perusahaan yang didirikan
khusus untuk menguasai saham perusahaan lain dan mengontrol aktivitasnya.
Contoh perusahaan yang melakukan holding company adalah PT. Semen Gresik. PT
Semen Gresik Tbk membentuk perusahaan induk
(holding company) bagi Semen Gresik, Semen Padang, dan Semen Tonasa. Permodalan
Semen Gresik masih yang paling kuat, sedangkan pertumbuhan kinerja Semen Padang
dan Tonasa berada di peringkat terbawah sehingga PT Semen Gresik Tbk melakukan
Holding company untuk meningkatkan kinerja perusahaannya.
Beberapa fungsi khas perusahaan induk adalah:
(1)
Menerima dividen, bunga atau royalti
(2)
Melakukan investasi pada perusahaan lain (memiliki saham
dalam usaha anak perusahaan atau asosiasi)
(3)
Untuk membiayai usaha investasi dengan menyediakan
perusahaan-perusahaan yang mereka pegang saham dengan dana.
Manfaat dari suatu perusahaan induk adalah:
(1)
Keuntungan dari anak perusahaan yang dibayarkan kepada co
memegang sehingga pajak perusahaan dibayar oleh co memegang dan bukan oleh anak
perusahaan
(2)
Rugi fiskal yang dapat dikompensasikan dengan laba pada
perusahaan lain dalam struktur memegang
(3)
Mengurangi risiko bagi pemilik
(4)
Efisien kepemilikan dan kontrol dari sejumlah besar
perusahaan yang berbeda mungkin terlibat dalam industri yang berbeda dan
terdaftar di berbagai negara.
(5)
Biasanya co holding
terdaftar di negara dengan pajak rendah dan penting, sebuah jaringan yang luas
dari perjanjian pajak berganda (sebuah perjanjian pajak berganda antara dua
negara dalam rangka memungkinkan offset pajak yang dibayar oleh perusahaan
untuk satu negara, dengan pajak yang dikenakan oleh negara lain).
(6)
Jumlah yang dibayarkan sebagai dividen oleh anak
perusahaan kepada Perusahaan Holding akan bervariasi sesuai dengan tarif pajak
negara pendirian anak perusahaan dan ketentuan Double Tax Treaty.
2.1.1.2 Holding Company
di Indonesia
Berbeda dengan negara lain
seperti Singapura, Hong Kong atau Belanda, holding
company di Indonesia, tetap dikenakan pajak atas pengalihan saham. PPh atas
deviden tidak dikenakan atas holding
company jika memiliki saham lebih dari 25 persen namun terdapat
permasalahan lain dalam hal merger dan akuisisi selain PPh penjualan saham
yaitu PPN atas pengalihan asset dan BPHTB.
2.1.1.3 Definisi Multinasional Company
Perusahaan bisnis multinational adalah perusahaan yang
memiliki beberapa pabrik yang berdiri di negara yang berbeda-beda. Penyesuaian
dengan budaya di tiap negara yang dimasuki adalah suatu keharusan untuk dapat
bertahan dan sukses. Dengan mendirikan banyak unit produksi di negara lain
diharapkan dapat menghemat biaya ongkos produksi dan distribusi produk hingga
sampai ke tangan konsumen akhir.
Perusahaan
multinasional yang sangat besar memiliki dana yang melewati dana banyak negara.
Mereka dapat memiliki pengaruh kuat dalam politik global, karena pengaruh
ekonomi mereka yang sangat besar bagai para politisi, dan juga sumber finansial
yang sangat berkecukupan untuk relasi masyarakat dan melobi politik.
Karena
jangkauan internasional dan mobilitas Perusahaan Multinational, wilayah dalam
negara dan negara sendiri, harus berkompetisi agar perusahaan ini dapat
menempatkan fasilitas mereka (dengan begitu juga pajak pendapatan, lapangan
kerja, dan aktivitas eknomi lainnya) di wilayah tersebut. Untuk dapat
berkompetisi, negara-negara dan distrik politik regional seringkali menawarkan
insentif kepada Perusahaan Multinational, seperti potongan pajak, bantuan
pemerintah atau infrastruktur yang lebih baik atau standar pekerja dan
lingkungan yang memadai.
2.1.1.4
Perbedaan Holding Company dan Multinasional Company
Perbedaan utama holding company dengan Multinasional company adalah holding company meliputi satu negara atau antar
negara sedangkan multinasional company
meliputi lebih dari satu negara.
2.1.2
Transfer Pricing
Definisi dari Transfer pricing menurut Hongren yaitu : “the amount charged by one
segment of an organization for a product or service that is supplies to another
segment of the same organization.” Atau dapat diartikan sebagai berikut : harga
yang dikenakan oleh satu segmen organisasi atas barang atau jasa yang
disalurkan kepada segmen lainnya didalam organisasi yang sama. Brian J. Arnold
& Michael J. McIntyre mendefinisikan Transfer
Pricing sebagai berikut : “transfer pricing is a price set by a tax payer
when selling to, buying from, or sharing resources with a related person” Atau
dapat diartikan transfer pricing adalah harga yang ditentukan oleh wajib pajak
ketika menjual, membeli atau berbagi sumber daya dengan pihak yang berkaitan.
Dari berbagai definisi di atas dapat
ditarik suatu kesimpulan bahwa pada prinsipnya, transfer pricing adalah suatu metode penentuan harga antar perusahaan
dalam satu grup yang sama. Transfer pricing
merupakan isu klasik di bidang perpajakan, khususnya menyangkut transaksi
internasional yang dilakukan oleh korporasi multinasional. Dari sisi
pemerintahan, transfer pricing diyakini mengakibatkan berkurang atau hilangnya
potensi penerimaan pajak suatu negara karena perusahaan multinasional cenderung
menggeser kewajiban perpajakannya dari negara-negara yang memiliki tarif pajak
yang tinggi (high tax countries) ke
negara-negara yang menerapkan tarif pajak rendah (low tax countries). Di pihak lain dari sisi bisnis, perusahaan
cenderung berupaya meminimalkan biaya-biaya (cost efficiency) termasuk di dalamnya minimalisasi pembayaran pajak
perusahaan (corporate income tax).
Transfer pricing didefinisikan sebagai suatu harga jual khusus yang dipakai
dalam pertukaran antar divisional untuk mencatat pendapatan divisi penjual dan
biaya divisi pembeli. Tujuan utama dari transfer
pricing adalah mengevaluasi dan mengukur kinerja perusahaan. Tetapi sering
juga transfer pricing digunakan oleh perusahaan-perusahaan multinasional untuk
meminimalkan jumlah pajak yang dibayar melalui rekayasa harga yang ditransfer
antardivisi. Kunci utama keberhasilan transfer pricing dari sisi pajak adalah
adanya transaksi karena adanya hubungan istimewa.
Hubungan istimewa adalah hubungan kepemilikan antara satu perusahaan dengan
perusahaan lain dan hubungan ini terjadi karena adanya keterkaitan, pertalian
atau ketergantungan satu pihak dengan pihak yang lain yang tidak terdapat pada
hubungan biasa, Oleh karena itu faktor hubungan istimewa akan menjadi penting
dalam menentukan besarnya penghasilan dan/atau biaya yang akan dibebankan untuk
menghitung penghasilan kena pajak.
Pengertian mengenai hubungan istimewa menurut
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK No.7) adalah sebagai berikut:
(1)
Perusahaan
yang melalui satu atau lebih perantara (intermediaries), mengendalikan, atau
dikendalikan oleh, atau berada di bawah pengendalian bersama, dengan perusahaan
pelapor (termasuk holding companies, subsidiaries dan fellow subsidiaries)
(2)
Perusahaan
asosiasi (associated company)
(3)
Perorangan
yang memiliki, baik secara langsung maupun tidak langsung, suatu kepentingan
hak suara di perusahaan pelapor yang berpengaruh secara signifikan, dan anggota
keluarga dekat dari perorangan tersebut (yang dimaksudkan dengan anggota
keluarga dekat adalah mereka yang dapat diharapkan mempengaruhi atau
dipengaruhi perorangan tersebut dalam transaksinya dengan perusahaan pelapor)
(4)
Karyawan
kunci, yaitu orang-orang yang mempunyai wewenang dan tanggung jawab untuk
merencanakan, memimpin dan mengendalikan kegiatan perusahaan pelapor yang
meliputi anggota dewan komisaris, direksi dan manajer dari perusahaan serta
anggota keluarga dekat orang-orang tersebut
(5)
perusahaan di
mana suatu kepentingan substansial dalam hak suara dimiliki baik secara
langsung maupun tidak langsung oleh setiap orang yang diuraikan dalam 3 atau 4,
atau setiap orang tersebut mempunyai pengaruh signifikan atas perusahaan
tersebut.
2.1.2.1 Transfer Pricing Antar Unit dalam Satu
Grup
Lingkup dari kegiatan bisnis semakin
berkembang, dari semula pasar atas barang dan jasa hanya diperoleh dari pasar
domestik kemudian meluas ke konsumen di pasar internasional. Demikian halnya
dengan proses produksi, semula proses hanya dilakukan di dalam negeri kemudian
dengan adanya berbagai kemudahan yang ditawarkan oleh negara lain, maka pelaku
usaha melakukan alokasi atas kegiatan fungsional atau divisional perusahaan
berdasarkan pertimbangan cost-benefit yang diperolehnya. Semakin meningkatnya
tantangan kompetisi membutuhkan produksi yang efisien sehingga dapat bersaing
dalam hal harga produk menjadi salah satu motivasi dasar bagi perusahaan untuk
melakukan proses produksi di negara yang dapat memberikan efisiensi dan
kemudahan operasional bisnisnya.
Indonesia, sebagai salah satu negara
dengan perekonomian terbuka bagi investasi asing, melalui penanaman modal asing
langsung (Foreign Direct Investment-FDI),
ikut menjadi salah satu negara pilihan untuk alokasi proses produksi beberapa
perusahaan multinasional. Adanya arus masuk penanaman modal asing (PMA)
langsung merupakan salah satu roda penggerak dari perekonomian dikarenakan juga
ikut menyerap tenaga kerja bagi masyarakat serta sisi lainnya bagi negara, juga
diharapkan dapat meningkatkan pemasukan pajak setidaknya dari pajak penghasilan
karyawan. Adapun penerimaan negara dari pajak penghasilan dari perusahaan PMA
tersebut juga diharapkan dapat meningkat sejalan dengan perolehan penghasilan
yang diperoleh perusahaan.
Mengacu kembali kepada berita di tahun
2005 , yaitu adanya pernyataan dari menteri keuangan Republik Indonesia, bapak
Jusuf Anwar, bahwa 750 perusahaan PMA menunggak pajak dikarenakan merugi selama
5 tahun berturut-turut. hal tersebut telah menjadi topik di kalangan DPR, bahwa
ada indikasi bahwa perusahaan PMA tersebut melakukan praktik-praktik
penghindaran pajak secara tidak wajar dan ilegal melalui skema penghindaran pajak
salah satunya transfer pricing yang
ilegal.
Transfer
pricing dapat digolongkan kepada sesuatu yang ilegal apabila nilai dari transfer pricing adalah tidak wajar (arm length’s transaction) artinya atas
barang dan jasa yang dipertukarkan dinilai tidak sesuai dengan harga yang wajar
pada umumnya. Transfer pricing sendiri hanya timbul sebagai akibat dari
transaksi antara pihak yang mempunyai hubungan istimewa, untuk itu diperlukan
metode-metode yang dapat diandalkan bagi fiskus untuk menentukan nilai yang wajar
dari transfer pricing. Sebaliknya bagi wajib pajak perlu upaya upaya tertentu
agar terhindar dari sengketa pajak akibat transfer pricing yang tidak tepat.
Transfer
pricing yang dilakukan secara ilegal, menimbulkan adanya ketidakseimbangan dalam
besar hak pemajakan antara negara. Ketidakseimbangan tersebut disebabkan adanya
pemindahan penghasilan kepada negara lain yang bertarif pajak lebih rendah
sedangkan proses dalam memperoleh penghasilan tersebut lebih besar bersumber
dari dalam negeri.
Transfer
pricing umumnya dilakukan dalam hal transaksi untuk memberikan imbalan atas barang
(bahan baku & barang semi jadi) yaitu melalui supply chain management.
Supply chain management sendiri berkembang seiring dengan peningkatan jaringan
global perusahaan multinasional dimana perusahaan-perusahaan melakukan
pengelolaan khusus atas fungsi-fungsi dari masing-masing segmen atau anak
perusahaannya sehingga ada spesialisasi fungsi antar masing-masing perusahaan.
Melalui spesialisasi fungsi-fungsi tersebut, terjadi transfer bahan baku,
barang semi jadi serta barang jadi antara masing-masing segmen.
Penentuan atas transfer pricing untuk barang-barang tersebut memerlukan ketetapan
dengan dasar acuan tertentu agar terjadi sinkronisasi antara pihak wajib pajak
dan fiskus sehingga apa yang dilakukan oleh wajib pajak tidak terindikasi
sebagai praktik transfer pricing yang
ilegal untuk perpajakan selain itu bagi fiskus, bermanfaat untuk dapat memperoleh
adanya pedoman untuk menentukan apakah suatu transfer pricing telah dilakukan
secara wajar oleh wajib pajak.
Selain transfer pricing yang dilakukan dalam bentuk transaksi atas barang,
transfer pricing juga diaplikasikan sebagai imbalan atas jasa dilakukan dalam
lingkup satu grup perusahaan (intra group
services). Imbalan atas jasa intra grup ini menjadi isu perpajakan bagi
fiskus melalui penilaian atas jasa-jasa yang dilakukan antara satu grup
perusahaan harus dilihat sebagai jasa yag memang dilakukan secara wajar atau
tidak, selain itu bagi wajib pajak didalam melakukan kegiatan pemberian jasa
antar perusahaan dalam satu grup harus mengikuti ketentuan yang berlaku
sehingga dapat terhindar dari konfilik penentuan kewajaran dalam pemberian
jasa.
2.1.2.2 Intra
Group Services Transfer Pricing
Transfer
Pricing secara garis besar dilakukan atas empat jenis transaksi lintas batas
negara yaitu sebagai berikut :
(1)
Transfer atas tangible
property
Transaksi ini termasuk ke dalam supply chain management dikarenakan melibatkan arus bahan baku,
persediaan peralatan dan perlengkapan untuk kelangsungan kegiatan produksi atau
operasional perusahaan. Contoh dari transaksi ini yaitu, jual beli atas
persediaan dan aset fisik lainnya, transfer atas mesin, sewa atas properti
(sewa guna usaha).
(2)
Transfer atas Intangible
property right
Transaksi ini berlaku atas pemberian hak melalui
penjualan atau hadiah atas hak atas kekayaan intelektual, perizinan untuk
memakai HAKI dengan imbalan royalti atau tanpa imbalan royalti, atau melalui
skema perjanjian pembagian biaya (cost contribution, cost sharing arrangement)
(3)
Pemberian Jasa
Transaksi pemberian jasa umumnya dilakukan atas jasa
teknik dengan atau tanpa adanya transfer of an intangible property right, bantuan
jasa manajemen seperti bantuan pemasaran, akuntansi, & pelatihan. Pembagian
atas alokasi overhead cost kantor pusat, serta aktivitas penelitian dan
pengembangan.
(4)
Pemberian pendanaan
Transaksi pendanaan dapat berbentuk pinjaman dari pihak
yang terafiliasi (interest rate, amount, guarantees, or collaterals on related
party debt), pendanaan modal kerja jangka pendek, jaminan atas pinjaman induk
perusahaan.
2.1.3
Skema Transfer
Pricing Terkait dengan Perpajakan
Transfer
pricing dapat digunakan untuk melakukan pemindahan atas beban pajak dari satu
negara ke negara lainnya yang mengenakan tarif pajak lebih rendah, yaitu suatu
perusahaan di negara yang bertarif pajak lebih tinggi membebankan biaya-biaya
atas transaksi diantara pihak yang terkait (antar perusahaan asosiasi).
Mekanismenya yaitu, perusahaan di negara lain melakukan transaksi berupa
pemberian barang (umumnya bahan baku) untuk diolah kembali, kemudian contoh
yang lainnya adalah pemberian jasa, dapat berupa jasa teknik atau jasa
konsultasi. Transaksi-transaksi tersebut merupakan beban yang dapat mengurangi
penghasilan bruto sehingga apabila nilai dan imbalan tersebut dinaikkan maka
penghasilan yang terkena pajak di dalam negeri akan lebih rendah dari yang
seharusnya.
Brian J. Arnold & Michael J.
McIntyre, mengemukakan hal berikut ini : “ the tax authorities should be given
the power to adjust transfer prices to prevent tax payers from shifting income
to related persons organized in tax havens or in countries where they enjoy
some special tax benefit. Example of tax benefits include a relative low tax
rate, a tax holiday or other tax inentive, and tax deductible loss”.
Dari hal diatas maka pihak otoritas
pajak dalam hal ini fiskus, diberikan suatu kewenangan untuk menentukan atau
menganalisa harga yang wajar dari nilai transaksi antara perusahaan yang
mempunyai hubungan istimewa.
2.1.3.1 Aspek Perpajakan pada perusahaan Group/Holding Company dan Multinasional Company
Pengertian hubungan istimewa menurut Undang-Undang
Pajak Penghasilan No. 17 Tahun 2000 (UU PPh) adalah, hubungan istimewa dianggap
ada apabila:
(1)
Wajib Pajak
mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung paling rendah 25% (dua
puluh lima persen) pada Wajib Pajak lain, atau hubungan antara Wajib Pajak dengan
penyertaan paling rendah 25% (dua puluh lima persen) pada dua Wajib Pajak atau
lebih, demikian pula hubungan antara dua Wajib Pajak atau lebih yang disebut
terakhir; atau
(2)
Wajib Pajak
menguasai Wajib Pajak lainnya atau dua atau lebih Wajib Pajak berada di bawah
penguasaan yang sama baik langsung maupun tidak langsung; atau
(3)
Terdapat
hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis keturunan lurus dan
atau ke samping satu derajat.
Secara umum transfer
pricing, dapat mengakibatkan terjadinya pengalihan penghasilan atau dasar
pengenaan pajak dan/atau biaya dari satu wajib pajak ke wajib pajak lainnya,
yang dapat direkayasa untuk menekan keseluruhan jumlah pajak terhutang atas
wajib pajak-wajib pajak yang mempunyai hubungan istimewa tersebut. Praktek
transfer pricing dapat terjadi antar Wajib Pajak dalam negeri atau antara Wajib
Pajak dalam Negeri dengan pihak luar negeri, terutama yang berkedudukan di Tax Haven Countries (negara yang tidak
memungut/memungut pajak lebih rendah dari Indonesia).
Kekurang wajaran sebagaimana melalui Direktorat
Jenderal Pajak, melalui Surat Edaran Dirjen Pajak N0. SE- 04/PJ.7/1993 Tanggal
3 Maret 1993 menyebutkan bahwa kekurang-wajaran dari adanya praktek transfer
pricing dapat terjadi atas:
(1)
harga
penjualan;
(2)
harga pembelian;
(3)
alokasi biaya
administrasi dan umum (overhead cost);
(4)
pembebanan
bunga atas pemberian pinjaman oleh pemegang saham (Shareholder loan);
(5)
pembayaran
komisi, lisensi, franchise, sewa, royalti, imbalan atas jasa manajemen, imbalan
atas jasa teknik dan imbalan atas jasa lainnya;
(6)
pembelian
harta perusahaan oleh pemegang saham (pemilik) atau pihak yang mempunyai
hubungan istimewa yang lebih rendah dari harga pasar;
(7)
penjualan
kepada pihak luar negeri melalui pihak ketiga yang kurang/tidak mempunyai substansi
usaha.
Untuk mencegah terjadinya penghindaran pajak
antara lain melalui penentuan harga yang tidak wajar (non arm's length price), dalam perundang-undangan perpajakan telah
terdapat ketentuan-ketentuan yang pada dasarnya memberikan Aspek Perpajakan Dalam
Praktek Transfer Pricing wewenang kepada aparat pajak untuk melakukan koreksi
terhadap transaksi-transaksi yang tidak wajar dengan pihak lain yang mempunyai
hubungan istimewa.
Pasal 18 ayat (1), (2) dan (3) Undang-Undang
Perpajakan No. 10 Tahun 1994 mengatur bahwa :
(1)
Menteri
Keuangan berwenang mengeluarkan keputusan mengenai besarnya perbandingan antara
utang dan modal perusahaan untuk keperluan penghitungan pajak berdasarkan
undang-undang ini.
(2)
Menteri
Keuangan berwenang menetapkan saat diperolehnya deviden oleh Wajib Pajak dalam
negeri atas pneyertaan modal pada badan usaha di luar negeri selain badan usaha
yang menjual sahamnya di bursa efek, dengan ketentuan sebagai berikut :
a.
besarnya
penyertaan modal Wajib Pajak dalam negeri tersebut sekurangkurangnya 50% (lima
puluh persen) dari jumlah saham yang disetor atau
b.
Secara
bersama-sama dengan Wajib Pajak dalam negeri lainnya memiliki penyertaan modal
sebesar 50% (lima puluh persen) atau lebih dari jumlah saham yang disetor.
(3)
Dalam pasal
ini berbunyi Direktur Jendral Pajak berwenang menentukan kembali besarnya
penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk
menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai
hubungan istimewa dengan Wajib Pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan
kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa.
Selanjutnya Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang
Perpajakan No. 11 Tentang Pajak Pertambahan Nilai juga mengatur tentang
transaksi yang berhubungan dengan transfer pricing. Pasal ini berbunyi : “Dalam
hal harga jual atau penggantian dipengaruhi oleh hubungan istimewa, maka harga
jual atau penggantian dihitung atas dasar harga pasar wajar pada saat
penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak itu dilakukan”.
Keputusan Direktur Jendral Pajak Nomor :
KEP-01/PJ.7/1993 tentang “Pedoman Pemeriksaan Pajak Terhadap Wajib Pajak yang
Mempunyai Hubungan Istimewa”, dalam Surat Keputusan ini diatur mengenai
tahap-tahap pemeriksaan yang perlu dilakukan oleh pihak yang berwenang berkaitan
dengan adanya praktek transfer pricing yaitu :
(1)
Mempelajari
berkas Wajib Pajak dan berkas data. Tahap ini dilakukan dengan mempelajari akte
notaris dan perubahannya. Harus diteliti apakah dari struktur pemilikan
saham-saham Wajib Pajak yang diperiksa tampak adanya hubungan istimewa
sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Pajak
Penghasilan No. 10 Tahun 1994 dan Undang-Undang No. 11 tentang Pajak
Pertambahan Nilai pasal 2 ayat (1). Tujuan yang ingin dicapai adalah untuk
mengetahui gambaran umum Wajib Pajak yang antara lain adalah :
a.
Mengenai
usaha dan karakteristik perusahaan;
b.
Mengenai
struktur kepemilikan saham, apakah ada kemungkinan hubungan istimewa antara
pemegang saham dan Wajib Pajak yang diperiksa.
c.
Mempelajari
struktur organisasi perusahaan terkait. Sedapat mungkin diusahakan
menggambarkan bagan organisasi perusahaan-perusahaan yang mempunyai hubungan
istimewa dan hubungan ekonomis dengan wajib pajak yang diperiksa yang
memberikan gambaran dan lokasi kegiatan
d.
Mempelajari sifat
dan jenis kegiatan usaha Wajib Pajak. Sedapat mungkin digambarkan aktivitas
usaha Wajib Pajak sejak adanya order hingga penyelesaian order, baik itu
mengenai pembelian maupun mengenai penjualan.
e.
Mempelajari
kemungkinan over/under invoicing. Pembelian/impor maupun penjualan/ekspor yang
dilakukan oleh Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan pemasok
maupun pelanggan yang terutama berkedudukan di Tax Heaven Countries, harus
dipelajari kemungkinan adanya over dan under invoicing.
f.
Mempelajari
laporan pemeriksaan terdahulu. Hal ini bertujuan untuk mengetahui hal-hal
sebagaimana yang dimaksud dalam hurf b, c dan huruf d di atas sehingga dapat
dijadikan petunjuk di dalam pemeriksaan yang akan dilaksanakan.
(2)
Menganalisa
SPT dan Laporan Keuangan Wajib Pajak. Tujuan dilaksanakan analisa ini adalah
untuk mendeteksi ketidak-wajaran harga penjualan atau pembelian diantara pihak
yang mempunyai hubungan istimewa tersebut. Untuk melakukan hal ini digunakan
analisa rasio yang berlaku secara umum.
Untuk mencegah terjadinya praktek penghindaran
pajak melalui transfer pricing, pemerintah dapat dilakukan melalui ketentuan
anti penghindaran pajak dalam peraturan pelaksanaan perpajakan yang ketat,
pemerintah dapat pula membuat kesepakatan dengan wajib pajak mengenai konsep
dan ketentuan dalam hal menentukan harga transaksi dengan pihak yang mempunyai
hubungan istimewa, serta memciptakan kesadaran wajib pajak dalam memberikan
informasi yang lengkap mengenai praktek bisnisnya.
Sedangkan aspek perpajakan pada multinasional
company mengacu pada tax treaty, Pph pasal 26 apabila tidak ada tax treaty dan
PPh pasal 24 tentang kredit pajak luar negeri.
2.2 Pembahasan Kasus
Case : Prahara Pajak Raja Otomotif
Direktorat
Jenderal Pajak menuding PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia menghindari
pembayaran pajak senilai Rp.1,2 triliun dengan transfer pricing. Kasusnya
terkatung-katung di Pengadilan Pajak.
Ribuan mobil
produksi Toyota Motor Manufacturing Indonesia diekspor ke luar negeri dari
pelabuhan tanjung priok, Jakarta Utara. Yang tak banyak diketahui orang, nilai
ekspor itu dibawah biaya penjualan.
Skandal
transfer pricing Toyota di Indonesia terendus setelah Direktorat Jenderal Pajak
secara simultan memeriksa surat pemberitahuan pajak tahunan (SPT) Toyota Motor
Manufacturing pada 2005. Modusnya sederhana yaitu memindahkan beban keuntungan
berlebih dari satu negara ke negara lain yang menerapkan tarif pajak yang lebih
murah (tax heaven) pemindahan beban dilakukan dengan emanipulasi harga secara
tidak wajar.
Perbedaan
perhitungan inilah yang kemudian menjadi sengketa di Pengadilan Pajak.
Direktorat Jenderal pajak mengerahkan belasan petugas untuk memeriksa laporan
keuangan PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia. Dari pemeriksaan SPT Toyota
pada 2005, petugas pajak menemukan sejumlah kejanggalan. Ditemukan jumlah laba
anjlok pasca restrukturisasi perusahaan. Pada 2004 misalnya, laba bruto Toyota
anjlok lebih dari 30%, dari Rp 1,5 triliun (2003) menjadi Rp 950 miliar. Selain
itu rasio gross margin –atau perimbangan antara laba kotor dengan tingkat
penjualan- juga menyusut. Dari sebelumnya 14,59% (2003) menjadi hanya 6,58%
setahun kemudian. Penyebabnya adalah Toyota melakukan restrukturisasi mendasar.
Sebelumnya, semua lini bisnis produksi dan distribusi mereka dilakukan dibawah
satu bendera :PT Toyota Astra Motor yang pemilik sahamnya ada dua : PT Astra
International Tbk (51%) dan Toyota Motor Corporation Jepang (49%). Pada
pertengahan 2003, Astra menjual sebagian besar sahamnya kepada Toyota Motor
Corporation Jepang. Alasannya, Astra punya utang jatuh tempo yang tak bisa
ditangguhkan lagi. Walhasil, Toyota jepang kini menguasai 95% saham Toyota
Astra Motor. Nama perusahaan berubah menjadi Toyota Motor Manufacturing
Indonesia (TMMIN)
Untuk
menjalankan fungsi distribusi di pasar domestik, Astra dan Toyota Motor
Corpotaion Jepang kemudian mendirikan perusahaan agen tunggal pemegang merek
dengan nama lama: Toyota Astra Motor (TAM). Pada perusahaan ini, Astra menjadi
pemegang saham mayoritas dengan menguasai 51% saham. Sisanya menjadi milik
Toyota Motor Corporation Jepang.
Setelah restrukturisasi
itulah, laba gabungan kedua perusahaan Toyota anjlok. Melorotnya keuntungan
Toyota membuat setoran pajaknya pada pemerintah juga berkurang. Sebelumnya,
perusahaan ini bisa membayar pajak sampai setengah triliun rupiah. Pada 2004,
pasca-restrukturisasi, dua perusahaan Toyota (TMMIN dan TAM) hanya membayar
pajak Rp 168 miliar. Yang janggal, meski laba turun, omzet produksi dan
penjualan mereka pada tahun itu justru naik 40%. Hingga akhirnya pemeriksa
pajak memeriksa struktur harga penjualan dan biaya Toyota dengan lebih seksama.
Toyota diduga memainkan harga transaksi dengan pihak terafiliasi dan menambah
beban biaya lewat pembayaran royalti secara tidak wajar. Misalnya, pada dokumen
laporan pajak Toyota pada tahun 2007. Sepanjang tahun itu, Toyota Motor
Manufacturing di Indonesia tercatat mengekspor 17.181 unit fortuner ke
Singapura. Dari pemeriksaan atas laporan keuangan toyota sendiri, petugas pajak
menemukan bahwa harga pokok penjualan atau cost of goods sold (COGS) fortuner
itu adalah Rp 161 juta per unit. Tetapi, dokumen internal Toyota menunjukkan
bahwa semua fortuner itu dijual 3,49% lebih murah dibandingkan nilai tersebut.
Artinya, Toyota Indonesia menanggung kerugian dari penjualan mobil-mobil itu ke
Singapura.
Temuan yang
sama juga terlacak pada penjualan mobil innova diesel dan innova bensin, yang
masing-masing dijual lebih murah 1,73 % dan 5,14 % dari ongkos produksinya per
unit. Pada ekspor Rush dan Terios, Toyota Motor Manufacturing memang meraup
untung, tapi tipis sekali yakni hanya ,15 % dan 2,69 % dari ongkos produksi per
unit.
Temuan ini jadi
menyolok karena Toyota Manufacturing menjual produk-produk serupa kepada
pemebeli lokal di Indonesia dengan harga berbeda. Ketika dijual di dalam
negeri, mobil yang persis sama dilepas ke pasar dengan nilai keuntungan bruto
sebesar 3,43 – 7,67 %. Tapi temuan itu saja belum cukup untuk menyimpulkan
Toyota melakukan penghindaran pajak. Untuk itu, petugas pajak harus memeriksa
nilai kewajaran dari semua transaksi Toyota Manufacturing ke Singapura.
Caranya? Sesuai
aturan penanganan transaksi hubungan istimewa yang diterbitkan Direktorat
Jenderal Pajak, otoritas pajak berhak menentukab kwajaran harga penjualan suatu
perusahaan dengan cara membandingkan harga itu dengan transaksi perusahaan
sejenis diluar negeri. Aturan ini merujuk pada Transfer Pricing Guideline yang disusun Organization for Economic
Cooperation and Development (OECD).
Setelah
dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan lima perusahaan otomotif yang dianggap
memilki karakteristik yang serupa sebagai pembanding dengan Toyota, pemeriksa
menetapkan bahwa kisaran keuntungan bruto yang dapat dinilai wajar (arm’s
length range) untuk perusahaan otomotif yang melakukan ekspor adalah 3,22-13,58%.
Berdasarkan itu, pemeriksa pajak lalu mengkoreksi harga pada transaksi Toyota
Motor Manufacturing Indonesia kepada Toyota Motor Asia Pacific di Singapura.
Hasilnya Fantastis : omzet penjualan Toyota Motor Manufacturing pada 2007 jadi
melonjak hampir setengah triliun dar laporan awal perusahaan itu. Nilainya
sekarang menjadi Rp.27,5 triliun.
Petugas pajak
kemudian memeriksa laporan keuangan Toyota Manufacturing pada 2008. Modus
ekspor dengan nilai tak wajar juga berulang pada tahun itu. Koreksi serupa
dilakukan dan diperoleh : nilai omzet Toyota tahun itu melonjak 1,7 triliun
menjadi Rp.34,5 triliun.
Dengan
kombinasi permainan harga dalam transksi terafiliasi dan pembayaran royalti
yang dinilai tidak wajar, Toyota Motor Manufacturing Indonesia melaporkan penghasilan
kena pajak sebesar Rp 426,9 miliar (2007) dan Rp 60.6 miliar (2008). Karena
merasa sudah membayar lebih dari nilai itu, lima tahun lalu Toyota menuntut negara
mengambalikan kelebihan pajak sebesar Rp 412 miliar.
Direktorat
Jenderal Pajak tidak terima. Mereka bersikukuh kalau penghasilan Toyota yang
harus dikenai pajak adalah Rp 975 miliar (2007) dan Rp 2,45 triliun (2008).
Alih-alih lebih bayar, pemerintah malah minta Toyota membayar kekurangan
pajaknya senilai Rp 1,22 triliun. Perbedaan perhitungan inilah yang kemudian
menjadi sengketa di pengadilan pajak. Yang mencurigakan, sejak diadili pada
2007 sampai sekarang, kasus ini tak kunjung diputus.
Toyota Motor
Manufacturing Indonesia tak membantah temuan soal kecilnya nilai penjualan
beberapa varian produk merek kepada perusahaan terafiliasi. Sayangnya petinggi
Toyota Indonesia tak mau berkomentar atas tuduhan ini. Mereka hanya memberikan
jawaban singkat bahwa mereka akan selalu tunduk pada ketentuan pemerintah.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Hubungan Istimewa yang melingkupi
transaksi antara dua entitas yang berbeda memiliki karakteristik unik yang
membedakannya dengan transaksi dengan pihak lain di luar transaksi ini,
terlebih dalam transaksi internasional yang melibatkan entitas berbeda dari
negara yang juga berbeda. Oleh karenanya kemudian diperlukan mekanisme
penyesuaian kembali (corresponding adjustment) jika terdapat primary adjustment
yang dilakukan oleh otoritas pajak negara lain yang akan berdampak pada wajib
pajak di negara lainnya. Hal ini untuk mencegah terjadinya pemajakan berganda,
meskipun waktu yang dibutuhkan untuk dapat melakukan corresponding adjustment
sangat lama bahkan untuk negara maju.
Hal ini bisa diakibatkan buruknya
sistem informasi, birokrasi dan sistem exchange of information di antara kedua
negara yang berkepentingan. Meskipun banyak sekali metode penetapan harga pasar
wajar, namun kenyataannya banyak negara mendasarkan pada OECD Guidelines,
meskipun strategi itu akan membawa risiko perpajakan yang lebih besar daripada
solusi yang dibuat khusus untuk masing-masing negara.
Transaksi atas internal group services,
adalah hal yang biasa dilakukan oleh perusahaan multinasional, bagi perusahaan
multinasional OECD TP Guideliness Chapter VII, penting untuk diikuti agar
perusahaan mempraktikkan transfer pricing melalui intra group services dapat
menjadikan biaya-biaya tersebut diakui oleh pihak fiskus dan menghindari
sengketa pajak transfer pricing atas intra group yang dipermasalahkan oleh
fiskus.
Struktur-struktur supply chain
management telah banyak digunakan oleh berbagai perusahaan multinasional dengan
alasan untuk menurunkan duplikasi biaya melalui sentralisasi dengan cara
mendirikan regional supply function, serta sentralisasi kepemilikan atas
intellectual property. Aktivitas bisnis melalui supply chain management inilah
yang kemudian meningkatkan praktik transfer pricing, yang pada akhirnya dapat
menyebabkan penurunan dasar pengenaan pajak (tax base) pada negara-negara yang
bisa dikategorikan sebagai high-tax-jurisdiction atau bertarif pajak tinggi.
Pada umumnya, di berbagai negara di dunia, menetapkan kompensasi minimum dengan
menggunakan metode cost plus atascontract manufacturer sebagai ketentuan anti
penghindaran pajak atas transfer pricing. Di Indonesia sendiri, sampai dengan
saat ini belum memiliki aturan baku, baik mengenai transfer pricing dalam
bentuk undang-undang, kecuali hanya dikeluarkan dalam bentuk Surat Edaran
Dirjen Pajak no.SE 01/PJ.7/1993 yang dijabarkan dalam SE 04/PJ.7/1993 tentang
petunjuk penanganan kasus-kasus Transfer Pricing.
KABAR BAIK!!!
BalasHapusNama saya Lady Mia, saya ingin menggunakan media ini untuk mengingatkan semua pencari pinjaman agar sangat berhati-hati, karena ada penipuan di mana-mana, mereka akan mengirim dokumen perjanjian palsu kepada Anda dan mereka akan mengatakan tidak ada pembayaran di muka, tetapi mereka adalah penipu , karena mereka kemudian akan meminta pembayaran biaya lisensi dan biaya transfer, jadi berhati-hatilah terhadap Perusahaan Pinjaman yang curang itu.
Perusahaan pinjaman yang nyata dan sah, tidak akan menuntut pembayaran konstan dan mereka tidak akan menunda pemrosesan transfer pinjaman, jadi harap bijak.
Beberapa bulan yang lalu saya tegang secara finansial dan putus asa, saya telah ditipu oleh beberapa pemberi pinjaman online, saya hampir kehilangan harapan sampai Tuhan menggunakan teman saya yang merujuk saya ke pemberi pinjaman yang sangat andal bernama Ms. Cynthia, yang meminjamkan saya pinjaman tanpa jaminan sebesar Rp800,000,000 (800 juta) dalam waktu kurang dari 24 jam tanpa konstan pembayaran atau tekanan dan tingkat bunga hanya 2%.
Saya sangat terkejut ketika saya memeriksa saldo rekening bank saya dan menemukan bahwa jumlah yang saya terapkan dikirim langsung ke rekening bank saya tanpa penundaan.
Karena saya berjanji bahwa saya akan membagikan kabar baik jika dia membantu saya dengan pinjaman, sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman dengan mudah tanpa stres atau penipuan
Jadi, jika Anda memerlukan pinjaman apa pun, silakan hubungi dia melalui email nyata: cynthiajohnsonloancompany@gmail.com dan atas karunia Allah, ia tidak akan pernah mengecewakan Anda dalam mendapatkan pinjaman jika Anda mematuhi perintahnya.
Anda juga dapat menghubungi saya di email saya: ladymia383@gmail.com dan Sety yang memperkenalkan dan memberi tahu saya tentang Ibu Cynthia, ini emailnya: arissetymin@gmail.com
Yang akan saya lakukan adalah mencoba untuk memenuhi pembayaran cicilan pinjaman saya yang akan saya kirim langsung ke rekening perusahaan setiap bulan.
Sepatah kata cukup untuk orang bijak.