Oleh
: Yovi Citra Nengsih
A.
Definisi
Kawin Kontrak (Nikah Mut’ah)
Kawin
kontrak (Nikah Mut’ah) adalah sebuah bentuk pernikahan yang dibatasi dengan
perjanjian waktu dan upah tertentu tanpa memperhatikan perwalian dan saksi,
untuk kemudian terjadi perceraian apabila telah habis masa kontraknya tanpa
terkait hukum perceraian dan warisan. (Syarh Shahih Muslim hadits no. 1404
karya An-Nawawi dengan beberapa tambahan).
B. Gambaran nikah mut’ah di jaman
rasulullah ?
Di dalam beberapa riwayat yang sah
dari Nabi ?, jelas sekali gambaran nikah mut’ah yang dulu pernah dilakukan para
sahabat ? Gambaran tersebut dapat dirinci sebagai berikut
1. Dilakukan
pada saat mengadakan safar (perjalanan) yang berat seperti perang, bukan ketika seseorang menetap pada suatu tempat (HR. Muslim hadits no. 1404).
2. Tidak
ada istri atau budak wanita yang ikut dalam perjalanan tesebut (HR. Bukhari no.
5116 dan Muslim no. 1404)
3. Jangka
waktu nikah mut’ah hanya 3 hari saja (HR. Bukhari no. 5119 dan Muslim no. 1405)
4. Keadaan
para pasukan sangat darurat untuk melakukan nikah tersebut sebagaimana mendesaknya
seorang muslim memakan bangkai, darah dan daging babi untuk mempertahankan
hidupnya (HR. Muslim no. 1406).
C. Hukum Kawin Kontrak (Nikah Mut’ah)
Pada awal tegaknya
agama Islam, nikah mut’ah diperbolehkan oleh Rasulullah ? di dalam beberapa
sabdanya, di antaranya hadits Jabir bin Abdillah ? dan Salamah bin Al- Akwa’ ? “Bahwa
Rasulullah ? pernah menemui kami kemudian mengizinkan kami untuk melakukan
nikah mut’ah.” (HR. Muslim).
Al-Imam Al-Muzani
rahimahullah berkata: “Telah sah bahwa nikah mut’ah dulu pernah diperbolehkan
pada awal-awal Islam. Kemudian datang hadits-hadits yang shahih bahwa nikah
tersebut tidak diperbolehkan lagi. Kesepakatan ulama telah menyatakan keharaman
nikah tersebut.” (Syarh Shahih Muslim hadits no. 1404 karya An-Nawawi) dan
beliau ? bersabda: “Wahai manusia! Sesungguhnya aku dulu pernah mengizinkan
kalian untuk melakukan nikah mut’ah. Namun sekarang Allah ? telah mengharamkan
nikah tersebut sampai hari kiamat.” (HR. Muslim)
Adapun nikah mut’ah
yang pernah dilakukan beberapa sahabat di zaman kekhalifahan Abu Bakr ? dan
Umar ?, maka hal itu disebabkan mereka belum mendengar berita tentang
diharamkannya nikah mut’ah selama-lamanya. (Syarh Shahih Muslim hadits no. 1405
karya An- Nawawi) Beliau Berkata dalam Hadisnya :
Yang artinya:
“Yang benar dalam masalah nikah mut’ah
ini adalah bahwa pernah dibolehkan dan kemudian diharamkan sebanyak dua kali;
yakni dibolehkan sebelum perang Khaibar, tapi kemudian diharamkan ketika perang
Khaibar. Kemudian dibolehkan selama tiga hari ketika fathu Makkah, atau hari
perang Authas, kemudian setelah itu diharamkan untuk selamanya sampai hari
kiamat”.
D. Rukun Kawin Kontrak (Nikah Mut’ah)
1. Shighat,
seperti ucapan : “aku nikahi engkau”, atau “aku mut’ahkan engkau”
2. Calon
istri, dan diutamakan dari wanita muslimah atau kitabiah.
3. Mahar,
dengan syarat saling rela sekalipun hanya satu genggam gandum.
4. Jangka waktu tertentu.
E. Faktor Terjadinya Kawin Kontrak
1. Pengetahuan
agama yang kurang, membentuk penilaian nikah kontrak sah dan lebih baik daripada zina.
2. Pendidikan,
lapangan kerja yang sempit, dan ekonomi. Rendahnya akses pendidikan, minimnya lapangan kerja yang disediakan negara, dan kemiskinan perempuan membuat kawin
kontrak jadi jalan pintas. Sedang bagi para EO, Dollar dan Real sangat
menggiurkan sekalipun mereka sebetulnya berkecukupan.
3. Budaya
patriarki, yang melihat perempuan sebagai aset yang bisa dijualbelikan untuk
mensejahterakan keluarga; serta mindset masyarakat yang masih
melihat tinggi rendah manusia berdasarkan keturunan, warna kulit, jabatan,
harta, ataupun jenis kelamin.
F. Dampak Negatif Kawin Kontrak
Dilarangnya kawin
kontrak tidak terlepas dari dampak buruknya yang jauh dari kemaslahatan umat
manusia, diantaranya:
1.
Penyia-nyiaan anak
Anak
hasil kawin kontrak sulit disentuh oleh kasih sayang orang tua (ayah).
Kehidupannya yang tidak mengenal ayah membuatnya jauh dari tanggung pendidikan
orang tua, asing dalam pergaulan, sementara mentalnya terbelakang.
2.
Kemungkinan terjadinya nikah haram
Minimnya interaksi antara keluarga
dalam kawin kontrak apalagi setelah perceraian, membuka jalan terjadinya
perkawinan antara sesama anak seayah yang berlainan ibu, atau bahkan perkawinan
anak dengan ayahnya. Sebab tidak ada saling kenal di antara mereka.
3.
Menyulitkan proses pembagian harta warisan
Ayah anak hasil kawin kontrak –
lebih-lebih yang saling berjauhan – sudah biasanya sulit untuk saling mengenal.
Penentuan dan pembagian harta warisan tentu tidak mungkin dilakukan sebelum
jumlah ahli waris dipastikan.
4.
Pencampuran nasab
Pencampuradukan nasab lebih-lebih
dalam kawin kontrak bergilir. Sebab disini sulit untuk memastikan siap ayah
dari anak yang akan dilahirkan.
“
Kawin kontrak, seperti yang terjadi di daerah puncak, tidak lebih dari sekedar
komoditasseks. Nasib anak hasil kawin kontrak pun tidak jauh berbeda dengan
sang ibu. Hampir pasti si anak tidak akan mendapat warisan apapun. Setelah masa
kontrak, maka sepenuhnya anak akan menjadi tanggung jawab perempuan “
G. Dampak
Positif Hanya secara Biologis Duniawi
Dampak positif nikah
mut'ah adalah mempermudah sebagian orang untuk melepaskan nafsu syahwat
biologis. Hal ini menjadi sangat mudah, karena mereka yang menginginkan mut'ah
dapat langsung mencari pasangannya, melakukan akad nikah di mana saja, tanpa
saksi dan wali serta tentunya tanpa walimah.
Setelah puas, mantan
suami dan istri dapat kembali ke rumah masing-masing tanpa menanggung beban dan
tanggung jawab. Waktu pernikahan dapat di atur, paling sedikit adalah sekali
hubungan suami istri dan tidak ada batasan waktu. Dengan nikah mut'ah seorang
laki-laki dapat membunuh rasa bosan dan memperoleh puncak kenikmatan dengan
nikah mut'ah setiap minggu, bahkan sesering mungkin dengan "istri"
yang berbeda. Semua itu dilakukan tanpa beban dan dengan penuh harapan
memperoleh "pahala" yang besar kelak.
H. Kesimpulan
“Kesimpulannya, nikah mut’ah ini haram
hukumnya. Nikah ini disebut nikah mut’ah karena tujuannya adalah untuk mencari
kesenangan belaka, tidak untuk membangun rumah tangga yang melahirkan anak dan
juga saling mewarisi, yang keduanya merupakan tujuan utama dari ikatan
pernikahan dan menimbulkan konsekwensi langgengnya pernikahan”.
Referensi
http://www.rahima.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=603:kawin-kontrak-di-indonesia--al-arham-edisi-32-b&catid=19:al-arham&Itemid=328
Tidak ada komentar:
Posting Komentar