Oleh : Yovi Citra Nengsih
PENGGANGURAN: PERSOALAN, DIMENSI DAN ANALISISNYA
A.
Masalah
ketanaga kerjaan, sejumlah persoalan dasar
Secara
historis, pembangunan ekonomi di eropa barat dan amerika utara bertumpu pada
pengalihan aktivitas ekonomi secara berkesinambungan dan migrasi dari daerah
perkotaan ,baik dalam satu Negara maupun antar Negara. Kesempatan kerja terbuka
saat industri mulai berkembang, namun pada waktu yang sama teknologi yang hemat
tenaga kerja mulai ditemukan sehingga banyak mengurangi tenaga kerja. Akibatnya
pergeseran aktivitas ekonomi menimbulkan daerah pemukiman kumuh dan
pengangguran di emperan jalan yang pernah mewarnai kehidupan sosial inggris di
abad ke 19. Namun kedua fenomena tersebut justru telah memberi suatu dorongan
serta memungkinkan inggris maupun Negara – Negara barat lainnya untuk
mengadakan suatu pemindahan sumber-sumber daya manusia dari daerah pedesaan ke
daerah peerkotaan.
Berlawanan
dari pengalaman negara – negara yang kini maju tersebut banyak ekonomi
berpendapat bahwa pembangunan ekonomi Negara berkembang harus dilakukan dengan
penekanan pada percepatan pertumbuhan industri dan fungsi kota kota sebagai pusat pertumbuhan dan
pangkal tolak pengembangan ekonomi. Tapi dalam kenyataannya penerapan strategi
ini sering gagal di masa lampau. Perpindahan secara besar – besaran dari daerah
pedesaaan ke daerah perkotaan banyak sekali dampak negative yang ditimbulkan
seperti stagnasi produktifitas pertanian, lonjakan pengangguran. Pengangguran
penuh atau pengangguran terbuka (open employment) di daerah perkotaan negara
miskin 10 hingga 20% dari total angkatan kerja. Sedangkan Penduduk yang bekerja
paruh waktu berpenghasilan sangat minim disebut pengangguran
terselubung(underemployment).
Krisis
pengangguran yang terjadi tahun 1980-1990an jauh lebih serius, sebab-sebabnya
jauh lebih serius dari masalah yang pernah terjadi tahun 1960-1970an sehingga penanganan
bebeda. Masalah pokok nya terletak pada kalangan kegagalan penciptaan lapangan
kerja, pada tingkat yang sebanding dengan laju pertumbuhan industry yang
sedemikian pesat. Angka pengangguran mengalami peningkatan yang sangat pesat,
dikarenakan oleh terbatasnya permintaan tenaga kerja yang di tambah memburuknya
kondisi nerca pembayaran, meningkatnya masalh utang luar negri dan sebagainya.
Factor – factor tersebut mengakibatkan kemrosotan pertumbuhan industri, tingkat
upah dan penyediaan lapangan kerja di perkotaan. Pada dasarnya ada 3
macam alasan untuk melakukan usaha dari masalah tersebut:
- Masalah
pengangguran terselubung kini lebih banyak menimbulkan dampak negative
- Masalah
ketenagakerjaan di Negara Negara ketiga lebih kompleks
- Apapun
dimensi dan penyebab timbulnya penganguran di Negara Negara dunia ketiga
selalu bekaitan dengan kerapuham mental manusianya.
B.
Dimensi-
dimensi pengangguran di Negara Negara dunia ketiga: kenyataan dan konsep
1)
Kesempatan kerja dan pengangguran: kecenderungan dan
proyeksi
Pada tahun 1970an perhatian pakar ekonomi
mengungkapkan gambaran umum yabg lebih luas dan lebih akurat mengenai dimensi
kuantitatif atas masalah pengangguran. Perkembangan yang penting adalh ketika
organisasi buruh internasonal merencanakan serangkaian program studi ketenaga
kerjaan. Dan tingkat pengangguran di negra-negara dunia ketiga selalu dianggap
masalah paling penting yang harus
dikedepankan.
2)
Empat dimensi masalah ketenagakerjaan
a. pengangguran terdidik
Tingkat pengangguran dan
tingkat pendidikan situasinya terbalik dengan yang ada di Negara Negara maju.
Di sejumlah Negara berkembang, semakin tinggi pendidikan seorang maka semakin
besar kemungkinan ia menganggur. Dan Negara-negara berkembang, tingkat pengangguran
lebih banyak ditemukan di kalangan mereka yang mengenyam pendidikan yang
tinggi.
b. Pekerja mandiri
Di kalangan Negara-negara
berkembang yang mungkin tidak begitu lazim ditemukan di Negara – Negara
berkembang adalah banyaknya pekerja mandiri (self employment), atau orang orang
yang menciptakan pekerjaan sendiri, atau melakukan segala sesuatunya sendirian.
ketidakmampuan para pengusaha untuk menggaji orang lain mendorong mereka untuk
melakukan segala sesuatunya sendiri pada sistim perekonomian modern. Inilah
yang mewarnai sektor informal baik di perkotaan maupun di daerah pedesaan. Di Negara-negara dunia ketiga jauh
lebih besar ketimbang yang ada di Negara – Negara maju. Perbedaan lainnya
adalah pada kelas pekerjaan dan imbalannya.
c. kaum wanita di dunia kerja
Meskipun partisipasi kaum
wanita dalam angkatan kerja di Negara-negara dunia ketiga telah meningkat
secara dramatis pada tahun 1990, namunn kebanyakan dari mereka hanya di bayar
di tempat – tempat yang tidak menghasilkan pendapatan, atau tidak di bayar sama
sekali. Peran aktif kaum wanita dalam dunia kerja terpusat di sector pertanian.
Kaum wanita hampir selalu mengalami diskriminasi
dalam hal perolehan imbalan, peningkatan kelas pekerjaan, dan dalam keamanan
kerja. Proporsinya yang menganggur juga
lebih besar ketimbang kaum pria.
d. pengangguran di kalangan pemuda dan pekerja anak-anak
David Turnham memperkirakan
pengangguran di kalangan pemuda di sebagian besar negara berkembang mencapai
30%. Para pemuda yang menganggur itu di daerah perkotaan. Banyak di antaranya
yang merupakan migran dari desa. Akibat pesatnya laju pertumbuhan negara
berkembang, porsi pemuda dalam total penduduk menjadi kian besar, dan menambah
tekanan penyediaan lapangan kerja. Masalah ini cepat atau lambat akan
mengganggu keseluruhan usaha pambangunan di negara Dunia Ketiga.
3.Angkatan
kerja : situasi dewasa ini dan proyeksi
Dari sekian banyak proses yang
berkaitan dengan pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan tenaga kerja, ada 2
masalah terpenting yaitu yang pertama adalah tingkat mortalitas dan fertilitas.
Tingkat pertumbuhan alami sebesar 3% pada perbandingan 50 : 20 per seribu
penduduk mempunyai implikasi tenaga kerja yang sangat berbeda apabila
perbandingannya 40 : 10. Perbedaan ini membawa
implikasi perbedaan struktur usia
populasi (age structure of the population). Penurunan tingkat kematian
secara cepat di berbagai negara berkembang dewasa ini telah meningkatkan jumlah
angkatan kerja, sedangkan tingkat kelahiran tinggi bukan hanya mengakibatkan
rasio beban ketergantungan yang tinggi, tapi juga memperbesar potensi kenaikan
angkatan kerja di masa datang.
Hal penting kedua dampak penurunan tingkat
fertilitas terhadap jumlah tenaga kerja dan struktur usia baru akan terasa
dalam jangka panjang walaupun penurunan tingkat fertilitas itu sendiri
berlangsung secara tepat. Penurunan tingkat fertilitas di Negara berkembang
secara keseluruhan sebesar 50% dalam tahun 2000 baru akan menurunkan jumlah
angkatan kerja pria sebesar 13% pada tahun 2015, atau pengurangan jumlah
pencarian kerja dari 1,39 Milyar orang menjadi 1,21 Milyar orang. Kenyataan
menunjukkan bahwa mereka yang akan memasuki angkatan kerja pada dua dasawarsa
yang akan dating di tentukan oleh tingkat fertilitas pada saat ini.
4.Pemanfaatan tenaga
kerja yang tidak optimal : beberapa perbedaan definisi
Profesor Edward membedakan 5 jenis pokok
dari pengerahan tenaga kerja yang tidak optimal (underutilization of labor)
tersebut:
a) Pengangguran
Terbuka (Open Unemployment) yakni, mereka yang benar-benar tidak bekerja baik
secara sukarela Mereka tidak mau
memanfaatkan kesempatan kerja yang tersedia, maupun karena terpaksa (mereka
yang sesungguhnya sangat ingin bekerja secara permanen namun tidak kunjung
mendapatkannya)
b) Pengangguran Terselubung (Underunemployment)
yakni, para pekerja yang jumlah jam kerjanya lebih sedikit dari yang sebenarnya
mereka inginkan (sebagian besar bekerja hanya secara harian, mingguan atau
musiman). Kategori ini dan kategori nomor 3 di bawah merupakan bentuk
penganguran sementara yang paling banyak dan paling muda dijumpai di mana saja.
Perlu dilaporkan dibebani oleh tingkat pengangguran murni atau terbuka sebesar
15% di tahun 1992. akan tetapi jika angka pengangguran terselubung ikut
dihitung, maka total penganggurannya mencapai 70%.
c) Mereka
yang nampak aktif bekerja tapi sebenarnya kurang produktif (the visibly active
but undertilized),
a. Pengangguran
terselubung yang terlindungi (disguised underunemployment)
b. Pengangguran
yang tersembunyi (hidden unemployment)
c. Pensiun
terlalu dini (premature retriment unemployment)
d) Tidak
mampu bekerja secara penuh (The Impaired), misalnya penyandang cacat sebenarnya
ingin bekerja secara penuh, akan tetapi hasratnya akan terbentur pada kondisi
fisik yang lemah dan tidak memungkinkan karena kekurangan gizi atau bahkan
keterlambatan pengobatan secara dini ketika mereka mulai terserang penyakit.
e) Mereka
yang tidak produktif (The Unproductive), mereka tidak memiliki sumber-sumber
daya komplemen yang memadai untuk menghasilkan output. Yang mereka miliki hanya
tenaga, sehingga meskipun mereka sudah bekerja keras hasilnya tetap saja tidak
memadai.
5.Keterkaitan antara
pengangguran, kemiskinan dan distribusi pendapatan
Antara tingkat pengangguran (terbuka dan
tertutup) kemiskinan absolut yang merajalela, serta ketimpangan distribusi
pendapatan, ternyata terdapat keterkaitan yang sangat erat. Kelompok paling
miskin adalah mereka yang tidak memiliki pekerjaan teratur atau yang hanya
bekerja secara musiman. Mereka yang memiliki pekerjaan permanen di sektor pemerintah
ataupun di sektor swasta pada umumnya termasuk ke dalam kelompok pendapatan
menengah dan tinggi. Antara
pengangguran dan kemiskinan tidak bisa diidentikkan, namun kita tetap bisa
menyimpulkan dengan aman bahwa salah satu cara atau mekanisme yang utama dalam
rangka mengarungi kemiskinan dan tidak kemerataan distribusi pendapatan di
negara berkembang adalah penciptaan lapangan kerja berupah memadai bagi
kelompok penduduk yang paling miskin. Akan tetapi, masih diperlukan berbagai
tindakan, baik di bisang ekonomi maupun sosial. Namun tentu saja upaya
panyediaan lapangan kerja merupakan elemen kunci dari keseluruhan upaya
pengentasan kemiskinan.
6.Kesenjangan antara kenaikan output industri dan pertumbuhan kesempatan
kerja
Dekade 1960an
salah satu doktrin utama yang menonjol dalam kepustakaan ilmu ekonomi
pembangunan menyebutkan keberhasilan ekonomi hanya dapat dicapai memalui
kekuatan kembar yaitu akumulasi modal dan industrialisasi. Dari sekian banyak
dampak negatifnya, justru telah mengakibatkan terlalu pesatnya laju pertumbuhan
penduduk di berbagai pusat perkotaan sehubungan dengan meningkatnya arus
urbanisasi penduduk dari segenap pelosok daerah untuk mencari pekerjaan dan
kehidupan di kota.
Banyak di negara
Dunia Ketiga yang terbukti tidak mampu menyediakan lapangan kerja di sektor
industri secara memadai meskipun mereka mengalami pertumbuhan output sektor
manufaktur yang cukup pesat dan terjadi lonjakan pertumbuhan industri di antara
negara berkembang. Hal itu tetap tidak mampu menyerap laju pertambahan pencari
kerja. Pertambahan jumlah tenaga kerja itu sendiri 3-4 kali lipat lebih besar
daripada laju pertumbuhan output manufaktur.
Model Model Ekonomi Tenteng Ketenaga Kerjaan
- Model
pasar bebas kompetitif nasional
a. Upah fleksibel dan
kesempatan kerja secara penuh
Dalam perekonomian pasar
bebas tradisional cirri utamanya antara lain adalah penonjolan kedaulatan
konsumen, utilitas atau kepuasan konsumen, dan prinsip maksimalisasi keuntungan
, persaingan sempurna, dan efesiensi ekonomi dengan produssen.
b. Keterbatasan
model pasar kompetitif tradisional bagi Negara Negara berkembang
Model kompetitif nasional menawarkan sedikit sekali
petunjuk berarti mengenai kenyataan determinasi upah dan lapangan kerja yang
terdapat di Negara Negara dunia ketiga, khususnya di sector manufaktur modern
dan sector pemerintahan yang posisi kerjanya paling banyak di incar oleh para
pencari para pencari kerja pada umumnya.
Pertumbuhan Output Dan Kesempatan Kerja: Konflik
Atau Kesesuaian
a.
Model-model pertumbuhan dan kesempatanmkerja: argumentasi konflik
Perhatian utama model model pertumbuhan yang
mendominasi sebagian besar teori teori pembanguan pada decade 1950an dan dekade
1960an muncul kembali dalam bentuk aliran ilmu ekonomi yang sangat menekankan
pentingnya sisi penawaran. Model – model ini menggabungkan tingkat penyediaan
kesempatan kerja denagn tingkat pertumbuhan GNP, maka model tersebut
mengisyaratkan bahwa dengan memaksimumkan pertumbuhan GNP-nya Negara Negara
dunia ketiga akan dapat memaksimumkan penyerapan tenaga kerja . perangkat
teoritis yang dipakai untuk menjelaskan proses pertumbuhan adalah model
sederhana harrod domar yaitu pertumbuhan ekooimi terjadi sebagai suatu hasil kombinasi pemupukan tingkat
tabungan dan akumulasi modal fisik yang menjadi dampak pertamanya di satu
pihak, dengan rasio modal-output di pihak lain.
b. Pertumbuhan dan kesempatan kerja: argumentasi
kesesuaian
Secara umum kenaikan
produktifitasyang sangat di inginkan. Yang sebenarnya sangat di dambakan adalah
kenaikan produktifitas total, yakni kenaikan hasil output perunit dari seluruh
sumber daya. pertumbuhan kesempatan kerja dan ekonomi bukanlah dua tujuan yang
senatiasa bertentangan. Melainkan dus fenomena yang saling mempearkuat dan
saling menunjang. Untuk mencapai tujuan ganda tersebut pemerintah Negara Negara
berkembang perlu merumuskan dan menerapkan serangkaian kebijakan terpadu untuk
menghilangkan aneka distorsi harga-harga factor produksi serta memacu
peningkatan teknologi industry yang padat karya. Hal inilah yang membawa kita
ke miodel determinasi ketenagakerjaan yang ketiga.
3.Penciptaan teknologi te[at guna dan perluasan
kesempatan kerja: model intensif harga
a. Pemilihan
teknik produksi
Berdasarkan prinsip-prisip ekonomi, para produsen di
asusiakn menghadapi dua harga relative factor produksi. Apabila harga modal
lebih mahal di bandingkan harga buruh, maka pengusaha tersebut akan memilih
teknik padat karya. Dan apabila harga relative tenaga kerja lebih mahal dari
pada harga modal, maka para produsen akan mengguanakan metode padat modal.
b. Distorsi
harga factor teknologi tepat guna
Hampir semua Negara Negara dunia ketiga memiliki
tenaga kerja yan g melimpah, namun kekurangan modal, baik financial(modal uang)
maupun fisik(bangunan, perangkat atau peralatan pendukung) sehingga dengan
mudah kita bias menerka bahwa teknik produksi yang mereka pakai tentunya padat
karya. Factor produksi atau upah tenaga kerja di banyak Negara Negara dunia
ketiga menjadi begitu mahal karena adanya tekanan – tekanan politik dari
serikat buruh, pemberlakuan aturan tingkat upah minimum oleh pihak pemerintah,
serta adanya praktek penggajian yang lebih tinggi dari perusahaan-perusahaan
multinasional. Akibat neto adanya distrosi harga factor produksi tersebut
adalah terus meningkatnya penggunaan teknik padat modal dim sector sector
industry, bahkan juga disektor pertanian, di negara Negara berkembang. Guna
mengatasi masalah tersebut, pihak pemerintah Negara Negara berkembang sangat di
tuntut untuk melakukan berbagai macam upaya kebijakan demi menciptakan harga
harga factor factor produksi “yang sempurna”.
c. Kemungkinan
subtitusi tenaga kerja modal
Besar kecilnya dampak dampak positif daripenghapusan
distorsi tas harga harga factor produksi terhadap tingkat pertumbuhan
kesempatan kerja juga ditentukan oleh sejauh mana tenaga kerja dapat di
subtitusikan dengan modal dalam berbagai proses produksi industry. Elastisitas
subtitusi factor yakni rasio persentasev perubahan dalam proporsi penggunaan
tenaga kerja terhadap modal di bandingkan dengan rasio atas persentase
perubahan harga modal relative terhadap tenaga kerja.
D.kesimpulan
Secara bersama – sama ketiga model itu telah berhasil
mengungkapkan \:
1.
Bahwa
harga - harga atas berbagai factor produksi sangat menentukan efisiensi alikasi
sumber daya dan keberhasilan upaya penciptaan lapangan kerja baru.
2.
Kebijakan
– kebijakan pemerintah yang khusus di rancang untuk m,empromosikan industrialisasi
secara berlebiahan seringkali mengorbankan sector pertanian dan memperburuk
masalh pengangguran.
3.
Setiap
kebijakan yang di tunjukan untuk merangsang terciptanya metode produksi yang
padat karya tidak dengan sendirinya akan dapat menirunkan laju pertumbuhan
output
Tidak ada komentar:
Posting Komentar