Sharing Materi Perkuliahan Sarjana dan Pascasarjana yang ditulis secara pribadi atas tugas kuliah: Mengenai materi Akuntansi, Ekonomi, Sistem Informasi, Teknik Informatika, Informasi Teknologi dan Pengetahuan Umum

Kamis, 08 Juni 2017

Lemahnya Pengendalian Internal dan Dampaknya Pada Kecenderungan Fraud

Oleh Briyan Efflin Syahputra (Universitas Islam Indonesia)
Fraud (korupsi)merupakan salah satu permasalahan yang telah menjadi perhatian banyak pihak, tidak terkecuali yang terjadi pada lembaga sektor publik di Indonesia. Data yang diperoleh dari Transparency International Indonesia (2017), pada tahun 2012 dan 2013 Indonesia hanya memiliki skor indeks persepsi korupsi (IPK) sebesar 32 poin saja. Berbeda dengan tahun 2014, skor IPK Indonesia mengalami peningkatan, akan tetapi hanya meningkat sebesar 2 poin saja yaitu sebesar 34 poin. Sama halnya dengan tahun 2015 dan 2016 peningkatan skor IPK Indonesia juga masih lamban, yaitu 36 poin pada tahun 2015 dan 37 poin pada tahun 2016. 
            Berdasarkan data yang diperoleh dari Transparency International Indonesia (2017) di atas, peningkatan skor IPK Indonesia sangat lamban, bahkan pada tahun 2016 skor IPK Indonesia hanya naik satu poin saja. Merujuk pada data yang tersebut, ternyata skor IPK Indonesia juga masih tertinggal dari beberapa negara ASEAN, seperti Malaysia, Brunei, Thailand dan Singapura. Melihat masih tingginya tindakan korupsi tersebut, maka perlu sekali ditemukan salah satu penyebab utama terjadinya fraud tersebut.
            Menurut Hernandez dan Groot (2007) salah satu penyebab terjadinya tindakan fraud dikarenakan adanya kesempatan yaitu berupa lemahnya pengendalian internal di suatu organisasi organisasi. Hal ini juga didukung oleh Willopo (2006); dan Arifiyani (2012) yang menyatakan bahwa efektifnya pengendalian internal dapat menurunkan atau mengurangi kecenderungan fraud dan begitupun sebaliknya. Maka lemahnya pengendalian internal akan membuat semakin tingginya kesempatan bagi para pelaku fraud untuk melakukan tindakannya.
            Sawyer (2008) mendefinisikan pengendalian internal adalah sebuah proses yang dipengaruhi oleh dewan direksi perusahaan, manajemen, dan karyawan lain, untuk memberikan keyakinan yang wajar mengenai tujuan dalam kategori: (1) Efektivitas dan efisiensi operasi; (2) Keandalan pelaporan keuangan; dan (3) Ketaatan dengan hukum dan aturan yang berlaku. Selain itu Krismadji (2002) menjelaskan bahwa pengendalian internal merupakan metode yang paling efektif untuk menjaga atau melindungi aktiva, menghasilkan informasi yang dapat dipercaya, memperbaiki efisiensi dan untuk melindungi kebijakan manajemen. Berbeda dengan Boynton dan Johnson (2006), yang menyatakan bahwa pengendalian (termasuk pengendalian internal) merupakan aktivitas pengendalian sebagai kebijakan dan prosedur yang membantu memastikan bahwa perintah managemen telah dilakukan. Aktivitas pengendalian membantu memastikan bahwa tindakan yang diperlukan berkenaan dengan risiko yang diambil untuk pencapaian tujuan organisasi.
            Lebih lanjut lagi Arens dan Loebbecke (1996) menjelaskan bahwa terdapat elemen pengendalian internal yang harus dimiliki suatu organisasi. Elemen tersebut antara lain: lingkungan pengendalian; penetapan risiko oleh manajemen; sistem komunikasi dan informasi akuntansi; aktivitas pengendalian; dan pemantauan. Berbeda dengan Mulyadi (1998) yang menyatakan bahwa terdapat empat elemen pada pengendalian internal yang harus diperhatikan, antara lain:
  • Struktur organisasi yang memisahkan tanggung jawab fungsional dengan tegas
  • Sistem wewenang dan prosedur pencatatan yang memberikan perlindungan yang cukup kepada harta, utang, pendapatan dan biaya
  • Praktik yang sehat dalam menjalankan tugas dan fungsi dalam organisasi dan
  • Karyawan yang mutunya sesuai dengan tanggungjawab.
            Melalui elemen dari pengendalian internal yang telah dijelaskan diatas, maka kecenderungan untuk melakukan fraud dapat dikurangi. Hal ini dikarenakan elemen-elemen tersebut dapat menciptakan berbagai sistem yang dapat mencegah adanya kesempatan untuk melakukan tindakan fraud. Contohnya, adanya pemisahan tugas antara pihak yang menjalankan fungsi kas masuk dan kas keluar. Bayangkan jika fungsi yang menerima dan mencatat uang masuk dan keluar hanya dijalankan oleh satu orang, tinggi sekali kesempatan yang dimilikimya untuk melakukan pencurian atas uang tersebut. Sehingga dapat dilihat bergunanya pengendalian internal dalam mengurangi kesempatan untuk terjadinya tindakan fraud.Dan hal sebaliknya, apabila pengendalian internal suatu organisasi lemah, maka semakin tinggi pula kesempatan untuk melakukan fraud tersebut.

REFERENSI
Arens, A., & Loebbecke. (1996). Auditing. Jakarta: Salemba Empat.
Arifiyani, H. A. (2012). Pengaruh Pengendalian Intern, Kepatuhan dan Kompensasi Manajemen Terhadap. Jurnal Nominal1(1).
Boynton, W. C., & Johnson, R. N. (2006). Modern Auditing Eight Edition. London: John Wiley & Sons Inc.
Hernandez, J. R., & Groot, T. (2007). Corporate Fraud: Preventive Controls Which Lower Corporate Fraud.
Krismadji. (2002). Sistem Informasi Akuntansi. Yogyakarta: AMP YKPN.
Mulyadi. (1998). Auditing. Jakarta: Salemba Empat.
Sawyer, P. S. (2008). Sawyer’r Internal Audit, Audit Internal Sawyer (3 ed.). Jakarta: Salemba Empat.
Transparency International Indonesia. (2017). Corruption Perceptions Index 2016: Terus Perkuat Integritas Sektor Publik, Dorong Integritas Bisnis Sektor Swasta. Diambil 5 Juni 2017, dari http://www.ti.or.id/index.php/publication/2017/01/25/corruption-perceptions-index-2016
Willopo. (2006). Analisis Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Kecenderungan Kecurangan Akuntansi Studi Pada Perusahaan Publik dan Perusahaan Badan Usaha Milik Negara. Simposiun Nasional Akuntansi IX9.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar