Oleh: Yovi Citra Nengsih
PARKIR LIAR DI DAERAH IBUKOTA
JAKARTA
A. PEMBAHASAN
poskotanews.com,
Kerap membuat macet lalu lintas, puluhan motor yang parkir di bahu jalan di
kawasan jakarta dikempesin petugas Sudin Perhubungan Jakarta.
“Kawasan
jakarta ini sudah sering dikeluhkan masyarakat akibat maraknya parkir liar yang
mengganggu kelancaran arus lalu lintas. Upaya penertiban kami lakukan dengan
mengempesin ban motor dan pentilnya dicabut sebagai efek jera,” kata Kasudin
Perhubungan Jaksel, Arifin Hamonangan didampingi Kasie Penertiban, AB Nahor.
Penjelasan
Kasudin Perhubungan Jaksel ini menindaklanjuti keluhan pembaca melalui SMS
Aspirasi Warga Jakarta di Pos Kota. Isi pesannya yakni: “Yth Walikota dan Sudin
Perhubungan Jaksel mohon segera ditertibkan kawasan parkir liar yang membuat
macet lalu lintas khususnya di Jl Dharmawangsa dekat Dharmawangsa Square. Sudah
beberapa kali ditertibkan tapi kembali menjamur karena disinyalir dibekingi
oknum,” kata Abdul Yakin, pengirim SMS bernomor 08789568xxxx.
Arifin
Hamonangan menuturkan sepeda motor yang dikempesin langsung ditempeli stiker
bertuliskan: “Pentil kendaraan Anda dicabut karena melanggar ketertiban parkir
pasal 287 UU No 22 tahun 2009, pasal 95 huruf C PP No. 43 tahun 1983 dengan
denda maksimum Rp 5 juta. Hubungi Dinas Perhubungan DKI Jakarta untuk
pengambilan pentil.”
Adapun
terkait dugaan adanya oknum yang menjadi beking parkir liar di Jl Darmawangsa
akan dikordinasikan dengan jajaran terkait di Pemko Jaksel. (Rachmi).
B. PENJELASAN HUKUM UUD
Metrotvnews.com,
Jakarta: pencabutan pentil ban kendaraan bermotor yang diklaim sebagai
penegakan hukum atas pelaku parkir liar dipandang masih memerlukan kajian
teknis untuk landasan hukumnya.
Sebab,
perundangan yang ada belum mewadahi tindakan yang dilakukan Dinas Perhubungan
Pemprov DKI Jakarta itu.
"Memang
itu polemik. Dalam prakateknya penertiban ada yang dilakukan dengan penggembosan
ban, atau dirantai, termasuk dicabut pentil. Ini perlu kajian lagi," ujar
Kombes Rikwanto, Kabid Humas Polda Metro Jaya, kepada Juru Warta, Kamis (26/9).
Menurutnya,
penindakan terhadap parkir liar memang ada dalam UU No 22 Tahun 2009 Tentang
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan Peraturan Daerah (Perda) Pemprov DKI Jakarta
Tentang Parkir Liar. Namun, petunjuk teknisnya belum dijabarkan secara rinci.
Terutama soal teknis penindakannya, seperti pencabutan pentil tadi.
"Tapi
jika ada (aturannya), ini harus sejalan dengan perundangan di atasnya, tidak
boleh bersinggungan," tambah dia.
Pengguna
kendaraan, katanya, memang salah telah menempatkan kendaraannya di badan jalan.
Namun menurutnya, penindakan dengan cara tersebut semestinya tetap dibarengi
dengan solusi alternatif lokasi parkir. Sebab, masyarakat tetap membutuhkan
area yang halal bagi penempatan kendaraan mereka untuk mendukung kegiatan
ekonomi warga.
"Kalau enggak
boleh parkir di situ, ya parkir di mana. Ini yang mesti dipikirkan,"
sarannya.
Selain
pencabutan pentil ban kendaraan yang diparkir di sembarang tempat, Dishub DKI
Jakarta juga menempelkan stiker di badan kendaraan bermotor pelanggar itu. Di
situ tertera tulisan,
"Pentil
kendaraan Anda dicabut, melanggar ketentuan parkir pasal 267 UU No 22/2009
tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan."
Di
samping itu, disertakan pula Pasal 95 ayat 2 huruf (c) Peraturan Pemerintah No
43/1993 tentang Pemindahan Kendaraan bermotor bagi kendaraan yang diparkir pada
tempat yang dilarang untuk berhenti dan atau parkir.
Adapula
Pasal 55 (2) Perda DKI No 12/2003 yang menyatakan, setiap kendaraan dilarang
berhenti atau parkir di badan jalan apabila pada tempat tersebut dilarang untuk
berhenti dan/atau parkir yang dinyatakan dengan rambu-rambu dan/atau marka
jalan. Dalam aturan-aturan itu sendiri tak tercantum secara eksplisit sanksi
pencabutan pentil bagi pelanggarnya. Selain hukuman denda dan pemberian bukti
pelanggaran (Tilang).
Akibat
aksi pencabutan pentil ini, sejumlah pemilik kendaraan mengeluh lantaran
kesulitan mencari tukang ban atau mesti menuntunnya di tengah kemacetan dalam
jarak yang tak dekat. Pemda sendiri mengaku tindakan itu demi efek jera. Untuk
mengambil pentilnya, warga mesti menukarnya dengan stiker itu. (Arif Hulwan)
Berdasarkan
penjelasan Anda kami kurang jelas apakah rumah Anda berada di perumahan atau di
pinggir jalan besar (jalan umum) dan tidak jelas juga apakah rumah Anda
terletak di Jakarta atau tidak (untuk itu kami mengasumsikan rumah Anda
terletak di Jakarta dan kami akan menggunakan peraturan daerah DKI Jakarta).
Sebelum Anda menempuh jalur hukum, ada baiknya
Anda mencoba dengan cara kekeluargaan, seperti membicarakan secara baik-baik
dengan “tukang parkir” tersebut bahwa itu adalah rumah Anda. Apabila cara
tersebut tidak berhasil, untuk menghindari konflik, Anda bisa mencoba memarkir
di dalam rumah saja. Akan tetapi, kalau Anda memang tidak bisa memarkir di
dalam rumah karena satu dan lain hal, maka Anda bisa menempuh jalur hukum
sebagaimana akan kami jelaskan berikut ini.
Pada
dasarnya, jalan besar terkait rumah diatur dalam Pasal 671 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata (“KUHPer”) yang mengatakan bahwa:
“Jalan
setapak, lorong atau jalan besar milik bersama dan beberapa tetangga, yang
digunakan untuk jalan keluar bersama, tidak boleh dipindahkan, dirusak atau
dipakai untuk keperluan lain dari tujuan yang telah ditetapkan, kecuali dengan
izin semua yang berkepentingan.”
Oleh
karena itu, sudah menjadi hak Anda untuk mempergunakan jalan di depan rumah
Anda walaupun mungkin jalan tersebut berbatasan langsung dengan jalan umum.
Berkaitan dengan hal ini, di dalam Pasal 4
Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta No. 5 Tahun 2012 tentang Perparkiran
(“Perda Perparkiran”) diatur tentang fasilitas parkir di ruang milik jalan.
Akan tetapi, berdasarkan Pasal 11 ayat Perda Perparkiran, penggunaan ruang
milik jalan untuk fasilitas parkir hanya dapat diselenggarakan di jalan
kolektor dan jalan lokal berdasarkan kawasan (zoning) pengendalian parkir.
Penggunaan ruang milik jalan untuk fasilitas parkir tersebut ditetapkan oleh
Gubernur. Penggunaan ruang milik jalan untuk fasilitas perparkiran ini dapat
dikerjasamakan dengan pihak ketiga yang memiliki izin dari Unit Pengelola
Perparkiran (Unit Pengelola Perparkiran Dinas Perhubungan Provinsi DKI
Jakarta). Berdasarkan Pasal 13 Perda Perparkiran, kawasan (zoning) pengendalian
parkir tersebut terdiri atas:
1. Golongan A dengan kriteria:
a.
Frekuensi parkir relatif tinggi;
b.
Kawasan komersial, pertokoan, pusat perdagangan, atau perkantoran; dan
c.
Dejarat kemacetan lalu lintas tinggi.
2. Golongan B dengan kriteria:
a.
Frekuensi parkir relatif rendah;
b.
Kawasan komersial, pertokoan, pusat perdagangan, atau perkantoran; dan
c.
Derajat kemacetan lalu lintas rendah.
Parkir
di ruang milik jalan sekurang-kurangnya memiliki sarana sebagai berikut (Pasal
46 ayat [1] Perda Perparkiran):
1. Rambu lalu lintas yang menunjukkan tempat
parkir dan/atau dengan rambu tambahan yang menerangkan batasan waktu dan cara
parkir;
2. Rambu yang menerangkan golongan tempat
parkir dan tarif layanan parkir; dan
3. Karcis parkir.
Selain
itu, untuk bertindak sebagai penyelenggara perparkiran, harus memiliki izin
menyelenggarakan parkir (Pasal 1 angka 19 dan Pasal 21 Perda Perparkiran).
Karena
Anda tidak menjelaskan lebih rinci mengenai keadaan sekitar rumah Anda, apabila
rumah Anda tidak terdapat dalam kawasan di atas dan tidak ditetapkan oleh
Gubernur sebagai fasilitas parkir di ruang milik jalan, maka tidak seharusnya
ada pungutan parkir yang dilakukan oleh orang tersebut kepada Anda. Lebih
lanjut lagi, apabila “tukang parkir” tersebut tidak memiliki izin untuk
menyelenggarakan parkir, maka parkir di depan rumah Anda tersebut bukanlah
parkir yang sah. Ketiadaan sarana-sarana yang seharusnya dimiliki di parkir di
ruang milik jalan juga dapat menjadi salah satu pertanda bahwa itu adalah
parkir yang tidak sah. Atas perbuatannya, “tukang parkir” tersebut dapat
dijerat dengan Pasal 68 ayat (1) jo. Pasal 63 ayat (1) Perda Perparkiran,
yaitu:
Pasal 68 ayat (1)
“Setiap orang
dan/atau badan hukum atau badan usaha yang menyelenggarakan parkir tidak
memiliki izin dari Gubernur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1),
dikenakan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1),
dan dikenakan denda administratif paling banyak Rp 50.000.000 (lima puluh juta
rupiah).”
Pasal
63 ayat (1)
“Pelanggaran
terhadap ketentuan Pasal 18 ayat (1), Pasal 19 ayat (2), Pasal 21 ayat (1)
dapat diberikan sanksi administrasi berupa:
a. peringatan tertulis paling banyak 3
(tiga) kali;
b. penghentian sementara kegiatan;
c. pembatalan izin; dan
d. pencabutan izin.
Apabila “tukang
parkir” tersebut tetap bersikeras bahwa itu bukan parkir liar, Anda dapat
membuktikannya dengan beberapa hal yang seharusnya ada pada parkir yang sah,
yaitu:
1. Setiap penyelenggara parkir wajib
menyediakan petugas parkir yang wajib memakai pakaian seragam, tanda pengenal,
dan perlengkapan lainnya (Pasal 39 Perda Perparkiran). Oleh karena itu, kalau
“tukang parkir” tersebut tidak menggunakan atribut sebagaimana seharusnya petugas
parkir, maka ia bukan petugas parkir yang sah;
2. Petugas parkir mempunyai beberapa tugas
yang salah satunya adalah menyerahkan karcis parkir (Pasal 41 huruf c Perda
Perparkiran) dan Anda mempunyai hak untuk memperoleh karcis parkir atau kartu
parkir atas pemakaian satuan ruang parkir (Pasal 35 huruf b Perda Perparkiran).
Jadi Anda sebagai penghuni tidak seharusnya membayar parkir di depan rumah Anda
sendiri. Sebagai langkah hukum, Anda dapat menggugat “tukang parkir” tersebut
secara perdata atas dasar perbuatan melawan hukum sebagaimana dijelaskan dalam
artikel Merasa Dirugikan Tetangga yang Menyetel Musik Keras-keras. Selain itu, seperti yang telah Anda jelaskan
bahwa “tukang parkir” tersebut selalu meminta uang parkir dengan kasar dan
ketus, apabila Anda merasa terganggu dengan hal tersebut, Anda juga dapat
melakukan tuntutan pidana berdasarkan Pasal 368 ayat (1) Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana, yang berbunyi:
“Barang siapa dengan maksud untuk
menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa
seorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang
sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang
lain, atau supaya membuat hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena
pemerasan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.”
Berdasarkan
Pasal 368 ayat (1) KUHP tersebut maka Anda dapat melakukan tuntutan pidana atas
dasar “pemerasan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan” karena “tukang
parkir” tersebut memaksa Anda untuk memberikan uang parkir.
C. DAMPAK POSITIF DAN NEGATIF
1.
Dampak Positif
a.
Trafik lalulintas menjadi lancar
b.
Keamanan kendaraan lebih terjamin dari
pada parkir dipinggir badan jalan
c.
Parkir menjadi lebih terorganisir dan
terpusat
d.
Kota menjadi lebih tertip
e.
Menambah pendapatan daerah
2.
Dampak Negatif
a.
Parkir menjadi tidak praktis sebagaimana
parkir dibadan jalan
b.
Akan ada upaya preman untuk menentangnya
karna biasa menjadi becking jukir liar
3.
KESIMPULAN
·
Badan pemerintah ibu kota jakarta
melalui dinas perhubungan menetapkan penertipan parkir kendaraan
·
Pemerintah ibu kota menerapkan hukum
parkir liar melalui UU No 22 Tahun 2009
·
Menurut penegak ahli hukum dengan adanya
penertipan parkir liar jalanan ibu kota menjadi lebih tertip dan lancar
·
Mengutip dari pembahasan diatas kelompok
kami menyetujui penetapan pemerintah DKI Jakarta tentang penertipn parkir liar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar