Oleh Yovi Citra Nengsih
A.
Perkembangan Sosial Dan
Kebudayaan Indonesia
Setiap
kehidupan di dunia ini tergantung pada kemampuan beradaptasi terhadap
lingkungannya dalam arti luas. Akan tetapi berbeda dengan kehidupan lainnya,
manusia membina hubungan dengan lingkungannya secara aktif. Manusia tidak
sekedar mengandalkan hidup mereka pada kemurahan lingkungan hidupnya seperti
ketika Adam dan Hawa hidup di Taman Firdaus. Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya
dengan mengelola lingkungan dan mengolah sumberdaya secara aktif sesuai dengan
seleranya. Karena itulah manusia mengembangkan kebiasaan yang melembaga dalam
struktur sosial dan kebudayaan mereka. Karena kemampuannya beradaptasi secara
aktif itu pula, manusia berhasil menempatkan diri sebagai makhluk yang
tertinggi derajatnya di muka bumi dan paling luas persebarannya memenuhi dunia.
Di lain pihak, kemampuan manusia
membina hubungan dengan lingkungannya secara aktif itu telah membuka peluang
bagi pengembangan berbagai bentuk organisasi dan kebudayaan menuju peradaban.
Dinamika sosial itu telah mewujudkan aneka ragam masyarakat dan kebudayaan
dunia, baik sebagai perwujudan adaptasi kelompok sosial terhadap lingkungan
setempat maupun karena kecepatan perkembangannya.
B. MASYARAKAT
DAN KEBUDAYAAN INDONESIA
Dinamika
sosial dan kebudayaan itu, tidak terkecuali melanda masyarakat Indonesia,
walaupun luas spektrum dan kecepatannya berbeda-beda. Demikian pula masyarakat
dan kebudayaan Indonesia pernah berkembang dengan pesatnya di masa lampau,
walaupun perkembangannya dewasa ini agak tertinggal apabila dibandingkan dengan
perkembangan di negeri maju lainnya. Betapapun, masyarakat dan kebudayaan
Indonesia yang beranekaragam itu tidak pernah mengalami kemandegan sebagai
perwujudan tanggapan aktif masyarakat terhadap tantangan yang timbul akibat
perubahan lingkungan dalam arti luas maupun pergantian generasi.
Ada sejumlah kekuatan yang mendorong
terjadinya perkembangan sosial budaya masyarakat Indonesia. Secara kategorikal
ada 2 kekuatan yang mmicu perubahan sosial, Petama, adalah kekuatan dari
dalam masyarakat sendiri (internal factor), seperti pergantian generasi dan
berbagai penemuan dan rekayasa setempat. Kedua, adalah kekuatan dari luar
masyarakat (external factor), seperti pengaruh kontak-kontak antar budaya
(culture contact) secara langsung maupun persebaran (unsur) kebudayaan serta
perubahan lingkungan hidup yang pada gilirannya dapat memacu perkembangan
sosial dan kebudayaan masyarakat yang harus menata kembali kehidupan mereka .
Betapapun cepat atau lambatnya
perkembangan sosial budaya yang melanda, dan factor apapun penyebabnya, setiap
perubahan yang terjadi akan menimbulkan reaksi pro dan kontra terhadap
masyarakat atau bangsa yang bersangkutan. Besar kecilnya reaksi pro dan kontra
itu dapat mengancam kemapanan dan bahkan dapat pula menimbulkan disintegrasi
sosial terutama dalam masyarakat majemuk dengan multi kultur seperti Indonesia.
C. PERKEMBANGAN
SOSIAL DAN KEBUDAYAAN DEWASA INI
Masyarakat
Indonesia dewasa ini sedang mengalami masa pancaroba yang amat dahsyat sebagai
akibat tuntutan reformasi secara menyeluruh. Sedang tuntutan reformasi itu
berpangkal pada kegiatan pembangunan nasional yang menerapkan teknologi maju
untuk mempercepat pelaksanaannya. Di lain pihak, tanpa disadari, penerapan
teknologi maju itu menuntut acuan nilai-nilai budaya, norma-norma sosial dan
orientasi baru. Tidaklah mengherankan apabila masyarakat Indonesia yang majemuk
dengan multi kulturalnya itu seolah-olah mengalami kelimbungan dalam menata
kembali tatanan sosial, politik dan kebudayaan dewasa ini.
Penerapan
teknologi maju
Penerapan teknologi maju untuk
mempercepat pebangunan nasional selama 32 tahun yang lalu telah menuntut
pengembangan perangkat nilai budaya, norma sosial disamping ketrampilan dan
keahlian tenagakerja dengn sikap mental yang mendukungnya. Penerapan teknologi
maju yang mahal biayanya itu memerlukan penanaman modal yang besar (intensive
capital investment); Modal yang besar itu harus dikelola secara professional
(management) agar dapat mendatangkan keuntungan materi seoptimal mungkin;
Karena itu juga memerlukan tenagakerja yang berketrampilan dan professional
dengan orientasi senantiasa mengejar keberhasilan (achievement orientation).
Tanpa disadari, kenyataan tersebut,
telah memacu perkembangan tatanan sosial di segenap sector kehidupan yang pada
gilirannya telah menimbulkan berbagai reaksi pro dan kontra di kalangan
masyarakat. Dalam proses perkembangan sosial budaya itu, biasanya hanya mereka
yang mempunyai berbagai keunggulan sosial-politik, ekonomi dan teknologi yang
akan keluar sebagai pemenang dalam persaingan bebas. Akibatnya mereka yang
tidak siap akan tergusur dan semakin terpuruk hidupnya, dan memperlebar serta
memperdalam kesenjangan sosial yang pada gilirannya dapat menimbulkan
kecemburuan sosial yang memperbesar potensi konflik sosial.dalam masyarakat
majemuk dengan multi kulturnya.
Keterbatasan
lingkungan (environment scarcity)
Penerapan teknologi maju yang
mahal biayanya cenderung bersifat exploitative dan expansif dalam
pelaksanaannya. Untuk mengejar keuntungan materi seoptimal mungkin, mesin-mesin
berat yang mahal harganya dan beaya perawatannya, mendorong pengusaha untuk
menggunakannya secara intensif tanpa mengenal waktu. Pembabatan dhutan secara
besar-besaran tanpa mengenal waktu siang dan malam, demikian juga mesin pabrik
harus bekerja terus menerus dan mengoah bahan mentah menjadi barang jadi yang
siap di lempar ke pasar. Pemenuhan bahan mentah yang diperlukan telah
menimbulkan tekanan pada lingkungan yang pada gilirannya mengancam kehidupan
penduduk yang dilahirkan, dibesarkan dan mengembangkan kehidupan di lingkungan
yang di explotasi secara besar-besaran.
Di samping itu penerapan
teknologi maju juga cenderung tidak mengenal batas lingkungan geografik, sosial
dan kebudayaan maupun politik. Di mana ada sumber daya alam yang diperlukan
untuk memperlancar kegiatan industri yang ditopang dengan peralatan modern,
kesana pula mesin-mesin modern didatangkan dan digunakan tanpa memperhatikan
kearifan lingkungan (ecological wisdom) penduduk setempat.
Ketimpangan sosial-budaya
antar penduduk pedesaan dan perkotaan ini pada gilirannya juga menjadi salah
satu pemicu perkembangan norma-norma sosial dan nilai-nilai budaya yang
befungsi sebagai pedoman dan kerangka acuan penduduk perdesaan yang harus
nmampu memperluas jaringan sosial secara menguntungkan. Apa yang seringkali
dilupakan orang adalah lumpuhnya pranata sosial lama sehingga penduduk
seolah-olahkehilangan pedoman dalam melakukan kegiatan. Kalaupun pranata sosial
itu masih ada, namun tidak berfungsi lagi dalam menata kehidupan pendudduk
sehari-hari. Seolah-olah terah terjadi kelumpuhan sosial seperti kasus lumpur
panas Sidoarjo, pembalakan liar oleh orang kota, penyitaan kayu tebangan tanpa
alas an hokum yang jelas, penguasaan lahan oleh mereka yang tidak berhak.
Kelumpuhan sosial itu telah
menimbulkan konflik sosial yang berkepanjangan dan berlanjut dengan pertikaian
yang disertai kekerasan ataupun amuk.
D.
PERATURAN DAN PERUNDANG-UNDANGAN
Sejumlah
peraturan dan perundang-undangan diterbitkan pemerintah untuk melindungi hak
dan kewajiban segenap warganegara, seperti UU Perkawinan monogamous, pengakuan
HAM dan pengakuan kesetaraan gender serta pengukuhan “personal, individual
ownership” atas kekayaan keluarga mulai berlaku dan mempengaruhi sikap mental
penduduk dengan segala akibatnya.
E.
PENDIDIKAN
Kekuatan perubahan yang sangat kuat, akan tetapi tidak disadari oleh
kebanyakan orang adalah pendidikan. Walaupun pendidikan di manapun merupakan
lembaga ssosial yang terutama berfungsi untuk mempersiapkan anggotanya menjadi
warga yang trampil dan bertanggung jawab dengan penanaman dan pengukuhan norma
sosial dan nilai-nilai budaya yang berlaku, namun akibat sampingannya adalah
membuka cakrawala dan keinginan tahu peserta didik. Oleh karena itulah
pendidikan dapat menjadi kekuatan perubahan sosial yang amat besar karena
menumbuhkan kreativitas peserta didik untuk mengembangkan pembaharuan
(innovation).
Di samping kreativitas inovatif yang
membekali peserta didik, keberhasilan pendidikan menghantar seseorang untuk
meniti jenjang kerja membuka peluang bagi mobilitas sosial yang bersangkutan.
Pada gilirannya mobilitas sosial untuk mempengaruhi pola-pola interaksi sosial
atau struktur sosial yang berlaku. Prinsip senioritas tidak terbatas pada usia,
melainkan juga senioritas pendidikan dan jabatan yang diberlakukan dalam menata
hubungan sosial dalam masyarakat.
Dengan demikian pendidikan sekolah
sebagai unsur kekuatan perubahan yang diperkenalkan dari luar, pada gilirannya
menjadi kekuatan perubahan dari dalam masyarakat yang amat potensial. Bahkan
dalam masyarakat majemuk Indonesia dengan multi kulturnya, pendidikan mempunyai
fungsi ganda sebagai sarana integrasi bangsa yang menanamkan saling pengertian
dan penghormatan terhadap sesama warganegara tanpa membedakan asal-usul dan
latar belakang sosial-budaya, kesukubangsaan, keagamaan, kedaerahan dan rasial.
Pendidikan sekolah juga dapat berfungsi sebagai peredam potensi konflik dalam
masyarakat majemuk dengan multi kulurnya, apabila diselenggarakan dengan benar
dan secara berkesinambungan.
Di samping pendidikan, penegakan
hukum diperlukan untuk menjain keadilan sosial dan demokratisasi kehidupan
berbangsa dalam era reformasi yang memicu perlembangan sosial-budaya dewasa
ini. Kebanyakan orang tidak menyadari dampak sosial reformasi, walaupun mereka
dengan lantangnya menuntut penataan kembali kehidupan bermasyarakat dan
bernegara. Sesungguhnya reformasi mengandung muatan perubahan sosial-budaya
yang harus diantisipasi dengan kesiapan masyarakat untuk menerima pembaharuan
yang seringkali menimbulkan ketidak pastian dalam prosesnya.
Tanpa penegakan hukum secara
transparan dan akuntabel, perkembangan sosial-budaya di Indonesia akan
menghasilkan bencana sosial yang lebih parah, karena hilangnya kepercayaan
masyarakat akan mendorong mereka untuk bertindak sendiri sebagaimana nampak
gejala awalnya dewasa ini. Lebih berbahayalagi kalau gerakan sosial itu
diwarnai kepercayaan keagamaan, seperti penatian datangnya ratu adil dan
gerakan pensucian (purification) yang mengharamkan segala pembaharuan yang
dianggap sebagai “biang” kekacauan.
Betapaun masyarakat harus siap
menghadapi perubahan sosial budaya yang diniati dan mulai dilaksanakan dengan
reformasi yang mengandung makna perkembangan ke arah perbaikan tatanan
kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar