Sharing Materi Perkuliahan Sarjana dan Pascasarjana yang ditulis secara pribadi atas tugas kuliah: Mengenai materi Akuntansi, Ekonomi, Sistem Informasi, Teknik Informatika, Informasi Teknologi dan Pengetahuan Umum

Selasa, 02 Mei 2017

Perpajakan, Subjek dan Objek Pajak, Uu tentang Pajak Penghasilan, Tarif Pajak,

Oleh : Yovi Citra Nengsih
PENDAHULUAN

A.      LATAR BELAKANG
Menurut Rochmat Soemitro dalam buku Pengantar Singkat Hukum Pajak (Eresco, Bandung, 1992) pajak adalah gejala masyarakat, artinya pajak hanya ada di dalam masyarakat. Masyarakat adalah kumpulan manusia yang pada suatu waktu berkumpul untuk tujuan tertentu. Negara adalah masyarakat yang mempunyai tujuan tertentu. Kelangsungan hidup negara juga berarti kelangsungan hidup masyarakat dan kepentingan masyarakat. Untuk kelangsungan hidup masing-masing diperlukan biaya. Biaya hidup individu, menjadi beban dari individu yang bersangkutan dan berasal dari penghasilannya sendiri. Biaya hidup negara adalah untuk kelangsungan alat-alat negara, administrasi negara, lembaga negara, dan seterusnya, dan harus dibiayai dari penghasilan negara.
 Pada mulanya pajak belum merupakan suatu pungutan, tetapi hanya merupakan pemberian sukarela oleh rakyat kepada raja dalam memelihara kepentingan negara, seperti menjaga keamanan negara, menyediakan jalan umum, membayar gaji pegawai dan lain-lain. Bagi penduduk yang tidak melakukan penyetoran maka ia diwajibkan melakukan pekerjaan-pekerjaan untuk kepentingan umum untuk beberapa hari lamanya dalam satu tahun.
Penghasilan negara adalah berasal dari rakyatnya melalui pungutan pajak, dan atau dari hasil kekayaan alam yang ada dalam negara itu (natural resources). Dua sumber itu merupakan sumber terpenting yang memberikan penghasilan kepada negara. Penghasilan itu untuk membiayai kepentingan umum yang akhirnya juga mencakup kepentingan pribadi individu seperti kesehatan masyarakat, pendidikan, kesejahteraan dan sebagainya. Jadi, dimana ada kepentingan masyarakat, disana timbul pungutan pajak sehingga pajak adalah senyawa dengan kepentingan umum.
Pungutan pajak mengurangi penghasilan atau kekayaan individu tetapi sebaliknya merupakan penghasilan masyarakat yang kemudian di kembalikan lagi kepada masyarakat, melaui pengeluaran-pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan yang akhirnya kembali lagi kepada seluruh masyarakat yang bermanfaat bagi rakyat, baik yang membayar maupun tidak.
Pajak mempunyai peran yang sangat penting bagi kehidupan bernegara, khususnya didalam pembangunan karena pajak merupakan sumber penghasilan negara untuk membiayai semua pengeluaran, termasuk pengeluaran pembangunan. Sistem pemungutan pajak di indonesia adalah Self Assessment System yang berarti wajib pajak diberikan kepercayaan untuk memperhitungkan, menyetorkan, dan melaporkan sendiri atas pajak yang terhutang terhadap negara. Disamping cara Self Assessment System terdapat cara lain yaitu sistem pemotongan (withholding system). Withholding System merupakan cara yang paling mudah yang dilakukan pemerintah untuk memungut pajak, yaitu dengan cara mewajibkan wajib pajak untuk melakukan pungutan dan pemungutan pajaknya oleh pihak lain. Dengan cara ini maka pemerintah tidak perlu mengeluarkan biaya yang besar untuk memungut pajak.
Dalam pemungutan pajak subjek dan objek pajak harus jelas. Oleh karena itu harus dikelola dengan baik dan benar sehingga data wajib pajak sesuai. Selain itu, tarif pajak harus ditentukan berdasarkan ketentuan yang berlaku saat itu. Dengan demikian para wajib pajak dapat rutin dan patuh membayar pajak. Subjek pajak adalah orang, badan atau kesatuan lainnya yang telah memenuhi syarat-syarat subjektif, yaitu bertempat tinggal atau berkedudukan di Indonesia. Subjek pajak baru menjadi wajib pajak bila telah memenuhi syarat-syarat obyektif. Objek pajak adalah apa yang dikenakan pajak. Mengingat penting dan strategisnya objek pajak karena menyangkut apa yang dikenakan atau tidak dikenakannya pajak atas objek dimaksud, sehingga dalam UU perpajakan kita selalu dengan tegas dinyatakan apa yang menjadi objek setiap jenis pajak.

B.       RUMUSAN MASALAH
Dalam makalah ini terdapat permasalahan pajak yang harus dipecahkan. Pajak menjadi salah satu sumber utama perkembangan perekonomian suatu negara. Adapun masalah-masalah tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut :
1.        Apa pengertian subjek dan objek pajak?
2.        Bagaimana cara pengelolaan subjek dan objek pajak yang baik dan benar?
3.        Apakah yang dimaksud dengan tarif pajak?
C.      TUJUAN
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai beikut :
1.        Mengetahui apa saja yang menjadi subjek dan objek pajak.
2.        Mengetahui cara pengelolaan subjek dan objek pajak yang baik dan benar.
3.        Mengetahui penentuan tarif pajak.

D.      MANFAAT
1.        Dapat mengetahui masalah perpajakan di Indonesia, terutama tentang apa saja yang menjadi subjek dan objek pajak, bagaimana cara pengelolaan subjek dan objek pajak yang baik dan benar, serta mengetahui bagaimana penentuan tarif pajak di Indonesia.
2.        Dapat menjadi bahan pengetahuan bagi mahasiswa tentang perpajakan.



PEMBAHASAN

A.      SUBJEK DAN OBJEK PAJAK
1.        Subjek Pajak
Secara garis besar subjek pajak adalah pihak-pihak (orang maupun badan) yang akan dikenakan pajak, sedangkan objek pajak adalah segala sesuatu yang akan dikenakan pajak. Wajib pajak adalah subjek pajak yang telah memenuhi syarat-syarat objektif sehingga kepadanya diwajibkan pajak. Dengan perkataan lain. Setiap wajib pajak adalah subjek pajak.
Subjek pajak adalah orang, badan atau kesatuan lainnya yang telah memenuhi syarat-syarat subjektif, yaitu bertempat tinggal atau berkedudukan di Indonesia. Subjek pajak baru menjadi wajib pajak bila telah memenuhi syarat-syarat obyektif.
Subjek pajak tidak identik dengan subjek hukum, oleh karena itu untuk menjadi subjek pajak tidak perlu menjadi subjek hukum. Sehingga firma, perkumpulan, warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan dapat menjadi subjek pajak. Demikian juga orang gila, anak yang masih di bawah umur dapat menjadi subjek atau wajib pajak, tetapi untuk mereka perlu ditunjuk orang atau wali yang dapat dipertanggungjawabkan untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya.

a.        Subjek Pajak dari Pajak Penghasilan (PPh)
Secara umum pengertian subjek pajak adalah siapa yang dikenakan pajak. Secara praktik termasuk dalam pengertian subjek pajak meliputi orang pribadi dan warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, badan, dan bentuk usaha tetap. Berdasarkan Pasal 2 ayat 1 UU No. 36 Tahun 2008, Subjek pajak tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut :
1)        Orang Pribadi dan Warisan yang Belum Terbagi sebagai Satu Kesatuan Menggantikan yang Berhak
Kedudukan orang pribadi sebagai subjek pajak dapat bertempat tinggal atau berada di Indonesia ataupun di luar Indonesia. Orang pribadi tidak melihat batasan umur dan juga jenjang sosial ekonomi, dengan kata lain berlaku sama untuk semua (non dicrimination).
                           Sedangkan warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan merupakan subjek pajak pengganti, menggantikan menggantikan mereka yang berhak yaitu ahli waris. Penunjukan ahli warisan tersebut dimaksudkan agar pengenaan pajak atas penghasilan yang berasal dari warisan tersebut tetap dapat dilakasanakan, demikian juga dengan tindakan penagihan selanjutnya.
2)        Badan
Badan adalah sekumpulan orang atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha atau tidak melakukan usaha yang meliputi :
1.        Perseroan Terbatas (PT)
2.        Perseroan Komanditer
3.        Perseroan atau perkumpulan lainnya
4.        Badan usaha milik negara (BUMN) atau badan usaha milik daerah (BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apapun.
5.        Firma
6.        Kongsi
7.        Koperasi
8.        Dana pensiun
9.        Persekutuan
10.    Yayasan
11.    Organisasi massa
12.    Organisasi sosial politik
13.    Bentuk usaha tetap
14.    Bentuk usaha lainnya.

3)        Bentuk Usaha Tetap
     Bentuk Usaha Tetap (BUT) adalah bentuk usaha yang digunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam dalam jangka waktu 12 bulan, atau juga badan yang didirkan atau tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa :
1.        Tempat kedudukan manajemen
2.        Cabang perusahaan
3.        Kantor perwakilan
4.        Gedung kantor
5.        Pabrik
6.        Bengkel
7.        Pertambangan dan penggalian sumber alam
8.        Wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi
9.        Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan atau kehutanan
10.    Gudang
11.    Ruang untuk promosi atau penjualan
12.    Proyek konstruksi, instalasi atau proyek perakitan
13.    Pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau oleh orang lain
14.    Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas
15.    Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi atau menanggung resiko di Indonesia
16.    Komputer, agen elektronik atau peralatan otomatis yang dimiliki sewa atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet.

b.        Subjek Pajak Dalam Negeri dan Subjek Pajak Luar Negeri
Subjek pajak penghasilan juga dikelompokkan menjadi subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri. Pengelompokkan tersebut diatur dalam pasal 2 ayat 2 UU No. 26 tahun 2008
1.        Subjek pajak dalam negeri
Subjek pajak dalam negeri adalah subjek pajak yang secara fisik memang berada atau bertempat tinggal atau bertempat kedudukan di Indonesia. Secara praktis ini dapat dilihat dalam ketentuan berikut :
a.         Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.
b.        Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.
c.         Warisan yang belum terbagi sebagai  satu kesatuan menggantikan yang berhak.

2.        Subjek Pajak Luar Negeri
Sedangkan yang termasuk sebagai subjek pajak luar negeri adalah sebagai berikut :
a.        Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang  pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap (BUT)  di Indonesia.
b.        Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau pun berada di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak berkedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

Subjek pajak dalam negeri akan menjadi pajak apabila telah menerima atau memperoleh penghasilan, sedangkan subjek pajak luar negeri sekaligus menjadi wajib pajak sehubungan dengan penghasilan yang diterima dari sumber penghasilan di Indonesia atau di peroleh melalui badan usaha tetap di Indonesia.
Perbedaan yang penting antara Wajib Pajak dalam negeri dan Wajib Pajak Luar Negeri terletak dalam pemenuhan kewajiban pajaknya, antara lain :
1)        Wajib Pajak dalam negeri dikenai pajak atas penghasilan baik yang diterima atau diperoleh dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, sedangkan Wajib Pajak luar negeri dikenai pajak hanya atas penghasilan yang berasal dari sumber penghasilan di Indonesia.
2)        Wajib Pajak dalam negeri dikenai pajak berdasarkan penghasilan netto dengan tarif umum, sedangkan Wajib Pajak luar negeri dikenai pajak berdasarkan penghasilan bruto dengan tarif pajak sepadan.
3)        Wajib Pajak dalam negeri wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebagai sarana untuk menetapkan pajak yang terutang dalam suatu tahun pajak, sedangkan Wajib Pajak luar negeri tidak wajib memberitahukan Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan karena kewajiban pajaknya dipenuhi melalui pemotongan pajak yang bersifat final.

Sebagaimana diketahui bahwa pajak penghasilan merupakan jenis pajak subjektif yang kewajiban pajaknya melekat pada subjek pajak yang bersangkutan, artinya kewajiban pajak tidak dilimpahkan kepada subjek lainnya. Oleh karenanya, penentuan saat di mulai dan berakhirnya kewajiban pajak subjektif menjadi penting sebagaimana diatur dalam Pasal 2 A UU PPh, yaitu sebagai berikut :
1)        Bagi Subjek pajak orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, maka kewajiban pajak subjektifnya akan dimulai pada saat ia lahir di Indonesia dan berakhir saat meninggal dunia atau meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya.
2)        Bagi subjek pajak badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, maka kewajiban pajak subjektifnya akan dimulai pada saat badan tersebut didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia dan berakhir saat di bubarkan atau tidak lagi berkedudukan di Indonesia.
3)        Bagi subjek pajak orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari atau badan yang tidak didirikan dan tidak berkedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha melalui badan usaha tetap di Indonesia, dimulai saat orang pribadi atau badan tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan dan berakhir saat tidak lagi menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap.
4)        Bagi subjek pajak orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari atau badan yang tidak didirikan dan tidak berkedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau memperoleh penghasilan melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia, dimulai saat orang pribadi atau badan tersebut menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia dan berakhir saat tidak lagi menerima atau memperoleh penghasilan tersebut.
5)        Untuk warisan yang belum terbagi dan masih dalam satu kesatuan menggantikan yang berhak, maka kewajiban pajak subjektifnya dimulai pada saat timbulnya warisan, yaitu pada saat pewaris meninggal dunia, Warisan yang belum terbagi baru menjadi wajib pajak apabila warisan tersebut mengeluarkan penghasilan Dan berakhirnya pajak warisan tersebut setelah warisan selesai dibagi.  

c.         Undang-undang tentang Pajak Penghasilan (PPh)
1.        PPh pasal 21
Subyek PPh 21 adalah penerima penghasilan yang dipotong oleh :
a.         Pemberi kerja yang membayar gaji, upah, honorarium tunjangan dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan oeh pegawai atau bukan pegawai.
b.        Bendahara pemerintah yang membayar gaji, upah, honorarium tunjangan dan pembayara lain sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan.
c.         Dana pensiun atau badan lain yang membayarkan uang pensiun dan pembayaran lain dengan nama apapun dalam rangka pensiun.
d.        Badan yang membayar honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas.
e.         Penyelenggara kegiatan yang melakukan pembayaran sehubungan dengan pelaksanan suatu kegiatan

2.        PPh Pasal 23
Subjek pajak PPh 23 adalah Wajib Pajak dalam Negeri atau bentuk usaha tetap. Adapun objek pajak PPh 23 yang dipotong pajak oleh pihak yang membayarkan adalah :

a.         Sebesar 15% dari jumlah bruto atas :
·      Dividen
·      Bunga
·      Royalti
·      Hadiah
b.        Sebesar 2% dari jumlah bruto atas :
·      Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai Pajak Penghasilan.
·      Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan.

Sedangkan yang bukan termasuk objek Pajak PPh 23 adalah :
1.        Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank.
2.        Sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi.
3.        Dividen yang diterima oleh orang pribadi.
4.        Bagian laba.
5.        Sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya.
6.        Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan yang diatur dengan peraturan Menteri Keuangan.

3.        PPh Pasal 26
Subjek pajak PPh 26 adalah badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia.
Adapun objek pajak PPh 26 yang dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan adalah :
1.        Dividen
2.        Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang
3.        Royalti, sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta
4.        Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan
5.        Hadiah dan penghargaan
6.        Pensiun dan pembayaran berkala lainnya
7.        Premi swap san transaksi lindung nilai lainnya, serta
8.        Keuntungan karena pembebasan utang.

3.        PPh Pasal 4 ayat 2
Objek PPh yang dapat dikenai pajak bersifat final adalah :
a.         Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang Negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi.
b.        Penghasilan berupa hadiah undian.
c.         Penghasilan dari tansaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura.
d.        Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan.

3)        Subjek Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak atas Penjualan Barang Mewah (PPN-PPnBM)
1)        Subyek Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Subyek PPN adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP). Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan atau Jasa Kena Pajak (JKP) yang dikenakan pajak berdasarkan UU PPN, tidak termasuk pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan Menteri Keuangan, kecuali pengusaha kecil tersebut memilih untuk dikukuhkan menjadi PKP.
Berdasarkan PP No. 22 Tahun 1985, PP No.28 Tahun 1988 serta PP No. 75 Tahun 1991 yang dapat disebutkan beberapa contoh yang termasuk pengusaha kena pajak sebagai subjek PPN yaitu :  
a.         Pabrik
b.        Importir
c.         Agen utama atau penyalur utama
d.        Pengusaha pemegang hak atau menggunakan paten atau merek dagang Barang Kena Pajak.
e.         Pedagang besar
f.         Eksportir
g.        Pedagang eceran beras
h.        Pemborong atau Kontraktor
i.          Pengusaha jasa bidang komunikasi
j.          Pengusaha jasa angkatan udara dalam negeri
k.        Pengusaha lain yang ditetapkan oleh direktur jenderal pajak

2)        Subjek Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)
Subjek Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah PKP yang menghasilkan BKP yang tergolong mewah dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya dan pengusaha yang mengimpor barang yang tergolong mewah.

3)        Subjek Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Subjek PBB adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai kewajiban untuk melunasi PBB sesuai dengan ketentuan UU PBB. Subjek PBB baru akan melunasi utang PBB apabila subjek PBB tersebut secara nyata mempunyai hak atas bumi dan bangunan dan atau memperoleh manfaat atas bumi dan bangunan tersebut. Hak-hak atas bumi dan bangunan dalam PBB adalah mengacu pada ketentuan Undang-undang Agraria yaitu ; Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha, Hak Pakai, dan Hak Pengelolaan.

4)        Subjek Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
Subjek  pajak BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas Tanah dan/atau Bangunan.

2.      Objek Pajak
a.        Objek Pajak Penghasilan (PPh)
Objek PPh adalah penghasilan itu sendiri. Penghasilan sebagai objek pajak PPh diartikan secara luas didalam pasal 4 ayat (1) dan ayat (2)  yaitu “setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.
Menurut ketentuan UU No. 7 Tahun 1983 yang telah diperbaharui oleh UU No. 36 Tahun 2008 pasal 4 ayat 1 yang termasuk dalam penghasilan adalah :
1.        Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini.
2.        Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan.
3.        Laba usaha.
4.        Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta.
5.        Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak.
6.        Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang.
7.        Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.
8.        Royalti atau imbalan atas penggunaan hak.
9.        Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
10.    Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.
11.    Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
12.    Keuntungan selisih kurs mata uang asing.
13.    Karena penilaian kembali aktiva
14.    Premi asuransi yaitu iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari wajib pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas
15.    Tambahan kekayaan netto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak
16.    Penghasilan dari usaha berbasis syariah atau pun berupa imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan
17.    Surplus Bank Indonesia.

b.        Objek Pajak PPN
Objek pajak PPN sesuai dengan pasal 4 UU No. 8 tahun 1984 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 18 tahun 2000 adalah :
1.        Penyerahan barang kena pajak di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha dengan syarat :
·           Barang berwujud atau tidak berwujud yang diserahkan merupakan barang kena pajak
·           Penyerahan dilakukan di dalam daerah pabean
·           Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya.
2.        Impor barang kena pajak
3.        Penyerahan barang kena pajak yang dilakukan di dalam daerah pabean oleh pengusaha dalam syarat :
·           Jasa yang diserahkan merupakan jasa kena pajak,
·           Penyerahan yang dilakukan harus di dalam daerah pabean,
·           Penyerahan yang dilakukan harus dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.
4.        Pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean
5.        Pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.
6.        Ekspor barang kena pajak oleh pengusaha kena pajak.
7.        Objek PPN sesuai dengan pasal 16 c UU No. 8 tahun 1984 sebagaimana telaha diuah terakhir dengan UU No. 18 tahun 2000 yaitu, kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak di dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya, oleh orang pribadi atau badan, baik yang hasilnya akan digunakan sendiri atau pihak lain.
8.        Objek PPN berdasar pasal 16 D UU No. 8 tahun 1984 yang sebagaimana telah diubah terakhir degan UU No. 18 tahun 2000 yaitu, penyerahan aktiva oleh pengusaha kena pajak yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan sepanjang PPN yang dibayar pada saat perolehannya dapat dikreditkan.  

c.         Objek Pajak PPn BM (Barang Mewah)
Menurut pasal 5 UU No. 8 tahun 1984 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 18 tahun 2000 yang termasuk objek PPn BM adalah :
1.        Penyerahan barang kena pajak yang tergolong mewah yang dilakukan oleh penguasaha yang mengasilkan barang kena pajak yang tergolong mewah tersebut di dalam daerah pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.
2.        Impor barang yang kena pajak yang tergolong mewah.

d.        Objek Pajak Bumi dan Bangunan
Dalam Pajak Bumi dan Bangunan yang menjadi objek pajak adalah bumi dan atau bangunan. Pengertian bumi disini adalah permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan pedalaman, serta laut wilayah Indonesia, dan tubuh bumi yang ada di bawahnya. Sementara itu, bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah atau perairan.
Termasuk dalam bangunan yang dapat dikenakan pajak adalah :
1.        Bangunan tempat tinggal (rumah)
2.        Gedung kantor
3.        Hotel
4.        Pabrik
Semua ini merupakan satu kesatuan dengan kompleks bangunan tersebut di atas, seperti :
1)        Jalan lingkungan pabrik dan emplasemennya
2)        Hotel
3)        Kolam renang
4)        Tempat penampungan/kilang minyak, air, dan gas, juga pipa minyak, fasilitas lain yang memberikan manfaat.

Sedangkan objek pajak yang tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan adalah objek pajak yang :
1)        Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional, yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan.
2)        Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis lainnya.
3)        Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah Negara yang belum dibebani suatu hak.
4)        Digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan.

e.         Objek Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
Yang menjadi objek pajak adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan, meliputi :
1.        Pemindahan hak karena :
·           Jual beli
·           Tukar menukar
·           Hibah
·           Hibah wasiat
·           Waris
·           Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya
·           Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan
·           Penunjukan pembeli dalam lelang
·           Pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap
·           Penggabungan usaha
·           Peleburan usaha
·           Pemekaran usaha
·           Hadiah.

2.        Pemberian hak baru karena :
·           Kelanjutan pelepasan hak
·           Di luar pelepasan hak

Adapun yang dimaksud hak atas tanah diantaranya adalah :
Ø  Hak milik
Ø  Hak guna usaha
Ø  Hak guna bangunan
Ø  Hak pakai,
Ø  Hak milik atas satuan rumah susun
Ø  Hak pengelolaan.

Sedangkan objek pajak yang tidak dikenakan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan adalah objek pajak yang diperoleh :
1.        Perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik
2.        Negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau untuk pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum
3.        Badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan keputusan Menteri dengan syarat tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain di luar fungsi dan tugas badan atau perwakilan organisasi tersebut
4.        Orang pribadi atau badan karena konversi hak atau karena perbuatan hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama
5.        Orang pribadi atau badan karena wakaf
6.        Orang pribadi atau badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah.

f.         Objek pajak Bea Materai
Dokumen yang dikenakan bea materai adalah :
1.    Surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan, atau keadaan yang bersifat perdata.
2.    Akta-akta notaris termasuk salinannya
3.    Akta-akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta tanah termasuk rangkap-rangkapnya
4.    Surat yang memuat jumlah uang
5.    Surat berharga seperti wesel, promes, aksep, dan cek, serta
6.    Dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan, yaitu surat-surat biasa dan surat-surat kerumah tanggaan, dan surat-surat yang semula tidak dikenakan bea materai berdasarkan tujuannnya jika digunakan untuk tujuan lain atau digunakan oleh orang lain, lain dari maksud semula.


B.       TARIF PAJAK
Salah satu syarat pemungutan pajak adalah keadilan, baik keadilan dalam prinsip maupun keadilan dalam pelaksanaannya. Dengan adanya keadilan, pemerintah dapat menciptakan keseimbangan sosial, yang sangat penting untuk kesejahteraan masyarakat pada umumnya. Penentuan tarif pajak merupakan salah satu cara untuk mencapai keadilan. Tarif yang dikenal dan diterapkan selama ini dapat dibedakan menjadi empat, adalah sebagai berikut :
1.        Tarif Tetap
2.        Tarif proporsional atau sebanding
3.        Tarif progresif
4.        Tarif degresif


TARIF TETAP
                      
Tarif tetap adalah tarif pajak yang jumlah nominalnya tetap walaupun dasar pengenaan pajaknya berbeda/berubah, sehingga jumlah pajak yang terutang adalah tetap. Tarif ini diterapkan dalam undang-undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai (BM). Dalam undang-undang Bea Materai, tarif digunakan adalah Bea Materai dengan nilai nominal sebesar Rp 500 dan Rp 1.000. Nilai nominal dalam perkembangannya selalu berubah-ubah. Berdasarkan PP Nomor 7 Tahun 1995 tarif Bea Materai diatas dinaikkan menjadi Rp 1.000 dan Rp 2.000 yang selanjutnya dengan PP Nomor 24 Tahun 2000 tarifnya dinaikkan lagi menjadi Rp 3.000 dan Rp 6.000.

TARIF PROPORSIONAL

Tarif proporsional atau sebanding adalah tarif pemungutan pajak yang menggunakan persentase tetap tanpa memperhatikan jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak, sehingga jumlah pajak yang terutang akan berubah secara proporsional/sebanding dengan dasar pengenaan pajaknya. Dengan demikian semakin besar jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak, akan semakin besar pula jumlah pajak terutang (yang harus dibayar).
Contoh : Tarif PPN 10%

Dasar Pengenaan Pajak
Tarif Pajak
Jumlah Pajak
Rp  10.000.000,00
10%
Rp  1.000.000,00
Rp  20.000.000,00
10%
Rp  2.000.000,00
Rp  30.000.000,00
10%
Rp  3.000.000,00
Rp  40.000.000,00
10%
Rp  4.000.000,00


TARIF PROGRESIF

Tarif progresif adalah tarif pemungutan pajak yang persentasenya semakin besar bila jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak juga semakin besar, sehingga jumlah pajak yang terutang akan berubah sesuai dengan perubahan tarif dan perubahan dasar pengenaan pajaknya.
Contoh :

Lapisan Penghasilan Kena Pajak
Tarif Pajak
Untuk penghasilan s/d Rp. 25.000.000
Di atas Rp. 25.000.000 s/d Rp. 50.000.000
Di atas Rp. 50.000.000 s/d Rp. 100.000.000
Di atas Rp. 100.000.000 s/d Rp. 200.000.000
Di atas Rp. 200.000.000 35%
5%
10%
15%
25%
35%


TARIF DEGRESIF

Tarif Degresif adalah tarif pemungutan pajak yang persentasenya semakin kecil bila jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak semakin besar. Sekalipun persentasenya semakin kecil, tidak berarti jumlah pajak yang terutang menjadi kecil, tetapi bisa menjadi besar karena jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajaknya juga semakin besar. Tarif ini tidak pernah dipergunakan dalam praktik perundang-undangan perpajakan.

Contoh :
Lapisan Penghasilan Kena Pajak
Tarif Pajak
Untuk penghasilan s/d Rp. 10.000.000
Di atas Rp. 10.000.000 s/d Rp. 50.000.000
Di atas Rp. 50.000.000
30%
25%
15%












BAB III
PENUTUP

A.      KESIMPULAN

Subjek pajak adalah pihak-pihak (orang maupun badan) yang akan dikenakan pajak, sedangkan objek pajak adalah segala sesuatu yang yang akan dikenakan pajak. Wajib pajak adalah subjek pajak yang telah memenuhi syarat-syarat objektif sehingga kepadanya diwajibkan pajak.
Salah satu syarat pemungutan pajak adalah keadilan, baik keadilan dalam prinsip maupun keadilan dalam pelaksanaannya. Dengan adanya keadilan, pemerintah dapat menciptakan keseimbangan sosial, yang sangat penting untuk kesejahteraan masyarakat pada umumnya. Penentuan tarif pajak merupakan salah satu cara untuk mencapai keadilan.

B.       SARAN

Penghasilan negara terbesar terutama negara kita Indonesia adalah berasal dari pajak. Pajak memiliki peranan yang sangat penting dalam pembangunan suatu negara khususnya Indonesia. Oleh karena itu, pengelolaan pajak harus dikelola dengan baik dan benar agar manfaatnya dapat dirasakan oleh rakyat. Selain itu para wajib pajak juga harus rutin dalam membayar pajak demi tercapainya pembangunan dan pertumbuhan  ekonomi bangsa Indonesia. Oleh karena itu, sudah seharusnya kita sebagai warga Negara Indonesia harus memahami apa-apa saja yang menjadi subjek pajak, objek pajak, serta tarif pajak yang berlaku di Negara Indonesia.Sehingga bisa dimanfaatkan dalam kehidupan bermasyarakat dan menjadi warga Negara yang taat terhadap pajak.




DAFTAR PUSTAKA

Erly Suandi. 2011. Hukum Pajak. Edisi Kelima. Jakarta: Salemba Empat.
Siti Resmi. Perpajakan Teori dan Kasus. Edisi Ketujuh Buku 1. Jakarta: Salemba Empat.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar